7.01.2009

PRESS RELEASE DPC K-SPSI KAB. SUKABUMI: PADA PERSIDANGAN LANJUTAN KASUS BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK SUKABUMI DI PN CIBADAK

HARI RABU, 01 JULI 2009 PUKUL 10.00 WIB



MENYIKAPI SIDANG LANJUTAN GUGATAN YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK PENGUSAHA (DALAM HAL INI PT. DAVOMAS ABADI TBK) TERHADAP BURUH/PENGURUS SERIKAT BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK SUKABUMI, DENGAN INI DEWAN PIMPINAN CABANG KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA (DPC K-SPSI) KAB. SUKABUMI SEBAGAI INDUK ORGANISASI PARA BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK SUKABUMI MERASA PERLU UNTUK MENYAMPAIKAN BEBERAPA HAL SEBAGAI BERIKUT :

1. BAHWA PIHAK PT. DAVOMAS ABADI TBK SELAKU PIHAK YANG MENGGUGAT BURUH/PENGURUS SERIKAT BURUH DI PN CIBADAK TIDAK PUNYA ITIKAD BAIK DAN HANYA BERMAKSUD MENGULUR-ULUR WAKTU DAN MENGHINDAR AGAR TERBEBAS DARI KEWAJIBANNYA UNTUK MEMENUHI HAK-HAK BURUH YANG SAMPAI SAAT INI UPAH BURUH DAN PESANGON BURUH YANG SUDAH MEMPUNYAI PUTUSAN KASASI DAN IN-KRACHT PUN BELUM DIBAYARKAN OLEH PIHAK PENGUSAHA. ITIKAD TIDAK BAIK DENGAN CARA MENGULUR-ULUR WAKTU ITU SANGAT TERLIHAT JELAS, SEBAGAI PIHAK PENGGUGAT DARI 3 KALI PERSIDANGAN SEBELUMNYA JUSTERU PIHAK PT. DAVOMAS ABADI TBK HANYA DATANG 1 KALI DALAM PERSIDANGAN.

2. BAHWA YANG DIJADIKAN DASAR GUGATAN TERHADAP PARA BURUH OLEH PT. DAVOMAS ABADI TBK ADALAH KARENA BURUH/PENGURUS SERIKAT BURUH ‘MEMBERIKAN PERNYATAAN DI MEDIA BERKAITAN DENGAN AKSI TUNTUTAN HAK BURUH YANG TIDAK DIPENUHI OLEH PENGUSAHA’ YANG DIMUAT OLEH BEBERAPA MEDIA MASSA YANG DIANGGAP OLEH PT. DAVOMAS ABADI MENCEMARKAN NAMA BAIK PT. DAVOMAS ABADI TBK. JELAS BAHWA PERNYATAAN BURUH/PENGURUS SERIKAT BURUH DI MEDIA ITU MERUPAKAN IMPLEMENTASI DARI KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN KEBEBASAN BERSERIKAT YANG DIJAMIN OLEH UUD 1945, UU NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA, UU NO. 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH, UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN, KONVENSI ILO, DAN UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS (UDHR), SEHINGGA TINDAKAN PT. DAVOMAS ABADI TBK YANG MENGGUGAT DAN MEMPIDANAKAN BURUH (SAAT INI KASUSNYA SEDANG DIPROSES PIHAK KEPOLISIAN) JELAS-JELAS MERUPAKAN PEMBERANGUSAN TERHADAP HAK DAN KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN BERSERIKAT YANG DIJAMIN OLEH KONSTITUSI.

3. BAHWA APA YANG BURUH/PENGURUS SERIKAT BURUH LAKUKAN ADALAH SEKEDAR MENYAMPAIKAN TUNTUTAN HAK MEREKA SELAKU BURUH YANG HAK-HAKNYA TIDAK DIPENUHI/DIABAIKAN OLEH PENGUSAHA, DAN JUGA DIPICU OLEH TINDAKAN PT. DAVOMAS ABADI TBK YANG BERKIRIM SURAT KE PIHAK BAPEPAM–LK DAN BURSA EFEK INDONESIA (BEI) YANG INTINYA TIDAK MENGAKUI/MEMBANTAH MEMPUNYAI PABRIK DI SUKABUMI. SEHINGGA TINDAKAN PENGUSAHA TERSEBUT JELAS-JELAS SANGAT MENYAKITKAN BAGI BURUH YANG SUDAH BEKERJA BERTAHUN-TAHUN SEBAGAI KARYAWAN/BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK. DAN TINDAKAN PT. DAVOMAS ABADI TBK YANG MEMBANTAH MEMPUNYAI PABRIK DI SUKABUMI ITU JUGA BISA DIANGGAP SEBAGAI PEMBOHONGAN PUBLIK, APALAGI KEBERADAAN PT. DAVOMAS ABADI TBK SEBAGAI PERUSAHAAN TERBUKA YANG SAHAMNYA TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA (WALAUPUN SAAT INI TRANSAKSI SAHAMNYA DI SUSPENSI OLEH PIHAK BEI).

4. BAHWA SAAT INI KEBERADAAN PT. DAVOMAS ABADI TBK SUKABUMI SUDAH TIDAK BEROPERASI LAGI DAN PABRIKNYA BESERTA ASSETNYA YANG BERLOKASI DI JL. BABAKAN PARAKANLIMA PANGGELESERAN KEC. CIKEMBAR KAB. SUKABUMI DIJAGA SELAMA 24 JAM OLEH BURUH SECARA BERGILIRAN. DAN PIHAK BURUH KARENA UPAHNYA SELAMA BERBULAN-BULAN TIDAK DIBAYARKAN OLEH PIHAK PT. DAVOMAS ABADI TBK SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UU NO. 13 TAHUN 2003 SUDAH MENGAJUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN SAAT INI KASUSNYA SUDAH MASUK PADA TAHAPAN MEDIASI DIMANA TUNTUTAN BURUH DIKABULKAN, DALAM ANJURAN PIHAK MEDIATOR KETENAGAKERJAAN PADA DINAS TENAGA KERJA MEMINTA PIHAK PT. DAVOMAS ABADI TBK MEMBAYARKAN PESANGON PARA BURUH TERSEBUT -/+ 2 MILYAR RUPIAH (TERMASUK UPAH BURUH YANG BELUM DIBAYARKAN).

KAITANNYA DENGAN HAL TERSEBUT KAMI MENYAMPAIKAN SIKAP SEBAGAI BERIKUT :

1. MEMINTA PIHAK PT. DAVOMAS ABADI TBK UNTUK SEGERA MEMBAYARKAN HAK-HAK BURUH BERUPA UPAH YANG SUDAH BERBULAN-BULAN TIDAK DIPENUHI, MEMBAYARKAN PESANGON KE-4 BURUH (N. PRIYATNA, SURITO, AJA S DAN SOD’I) YANG KASUSNYA SUDAH DIMENANGKAN KE-4 BURUH TERSEBUT MELALUI PUTUSAN KASASI MA RI NOMOR : 153 K/PDT.SUS/2008 DAN SUDAH IN KRACHT, SERTA MEMBAYARKAN PESANGON BURUH YANG KASUSNYA PADA TAHAPAN MEDIASI KETENAGAKERJAAN PADA DISNAKERTRANS KAB. SUKABUMI SUDAH DIMENANGKAN PIHAK BURUH DENGAN MEMBEBANKAN KEWAJIBAN PADA PT. DAVOMAS ABADI TBK UNTUK MEMBAYARKAN PESANGON SEBESAR -/+ 2 MILYAR RUPIAH.

2. MEMINTA PIHAK PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI) PADA PN KELAS IA BANDUNG UNTUK SEGERA MELAKUKAN EKSEKUSI PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG RI DENGAN NOMOR : 153 K/PDT.SUS/2008 YANG MEMENANGKAN KE-4 BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK SUKABUMI YAITU SDR. N. PRIYATNA, SDR. SURITO, SDR. AJA S DAN SDR. SOD’I. SEHINGGA JANGAN SAMPAI ADA KESAN PIHAK PENGADILAN BERPIHAK KE PIHAK PENGUSAHA KARENA DIANGGAP TIDAK SERIUS MENANGANI KASUS TERSEBUT SEBAGAIMANA DIAMANATKAN OLEH UU NO. 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. DAN KAMI TIDAK MEMINTA PENGADILAN UNTUK BERPIHAK TERHADAP BURUH SECARA MEMBABI BUTA, KAMI HANYA MEMINTA KE PIHAK PENGADILAN KHUSUSNYA PHI BANDUNG UNTUK BERPIHAK PADA HUKUM DAN KEADILAN, JANGAN BERPIHAK PADA KEPENTINGAN PENGUSAHA ATAU PEMILIK MODAL YANG JELAS-JELAS SALAH DAN MELANGGAR HUKUM.

3. MEMINTA PIHAK PEMERINTAH (PRESIDEN RI, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI, KOMIS IX DPR RI, GUBERNUR JAWA BARAT, BUPATI SUKABUMI) UNTUK BERSIKAP SERIUS MENANGANI KASUS BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK MENGINGAT KASUS INI SUDAH KAMI SAMPAIKAN TERHADAP PIHAK-PIHAK YANG DISAMPAIKAN DIATAS, BAHKAN BEBERAPA PIHAK DIANTARANYA SEPERTI : KOMISI IX DPR RI (IBU RIBKA TJIPTANING), DIRJEN PHI DEPNAKERTRANS RI, PIHAK PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT SUDAH TURUN LANGSUNG KE LAPANGAN. BAHKAN PIHAK BUPATI SUKABUMI SUDAH BEBERAPA KALI TURUN DAN ME-MEDIASI PIHAK BURUH DAN PENGUSAHA. SEHINGGA KAMI TIDAK INGIN ISSUE BURUH HANYA DIJADIKAN EKSPLOITASI DALAM KAMPANYE PEMILU LEGISLATIF MAUPUN PILPRES, TAPI HARUS DIIMPLEMENTASIKAN DENGAN SIKAP YANG JELAS. ‘JANGAN HANYA NGOCOL MAU MELINDUNGI BURUH DAN BERPIHAK BURUH, TAPI MANA BUKTINYA… ‘

4. MEMINTA PIHAK BAPEPAM – LK DAN BURSA EFEK INDONESIA (BEI) UNTUK SERIUS MENANGANI KASUS PT. DAVOMAS ABADI TBK (APALAGI TRANSAKSI SAHAMNYA SEKARANG SUDAH DI SUSPENSI), SEHINGGA KASUS SEPERTI PT. DAVOMAS ABADI TBK YANG MEMBANTAH MEMPUNYAI PABRIK DI SUKABUMI PADA REALITASNYA ADA DAN KARYAWANNYA DITELANTARKAN BEGITU SAJA TIDAK TERJADI DAN TIDAK TERULANG KEMBALI. KAMI MINTA PIHAK BAPEPAM-LK DAN BEI JANGAN HANYA BERTINDAK SEPERTI ‘KANTOR POS’ YANG HANYA MENERIMA SURAT ATAU MENUNGGU LAPORAN SAJA TAPI PIHAK BAPEPAM – LK DAN BEI HARUS BERTINDAK CEPAT DAN RESPONSIF SEHINGGA TIDAK MERUGIKAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN SEPERTI MASYARAKAT/PUBLIK, PARA PEMEGANG SAHAM, INVESTOR/CALON INVESTOR DAN TERUTAMA TIDAK MERUGIKAN KEPENTINGAN BURUH.

KAMI BERHARAP KASUS BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK INI BISA HAPPY ENDING SEPERTI KASUS PRITA MULYASARI. KARENA SEJATINYA KASUS INI SANGAT MIRIP DENGAN KASUS PRITA MULYASARI.
DEMIKIAN PERNYATAAN SIKAP INI KAMI SAMPAIKAN. SAMPAI LANGIT RUNTUH PUN KEADILAN HARUS DITEGAKKAN… MARI BERSATU UNTUK MENYUARAKAN KEADILAN DAN MELAWAN PENINDASAN.
HIDUP BURUH..!
SUKABUMI, 01 JULI 2009

BIRO HUMAS DAN KOMUNIKASI MEDIA
DPC K-SPSI KAB. SUKABUMI


ttd


DADENG NAZARUDIN
K e t u a

HARI RABU, 1 JULI 2009 : PERSIDANGAN LANJUTAN KASUS BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK SUKABUMI DI PENGADILAN NEGERI CIBADAK

MEMPERJUANGKAN HAK-HAK BURUH BERUJUNG GUGATAN 99 MILYAR


Perjalanan kasus yang dialami oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi telah memberikan gambaran begitu sulitnya memperjuangkan keadilan dan hak-hak buruh di Sukabumi dan mungkin juga di Indonesia, negeri yang kita cintai ini.
Munculnya perlawanan buruh terhadap perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebenarnya gejalanya sudah muncul sejak lama, ketika pihak perusahaan pada bulan Mei 2006 hanya membayar uang pesangon karyawan yang meninggal dunia yaitu Almarhum Asep Saepudin dan Almarhum Ujang Sukatma hanya dibayarkan sebesar 50% dari ketentuan yang seharusnya dibayarkan dalam UU No. 13 Tahun 2003, itupun setelah melalui proses tawar-menawar yang melelahkan karena pihak perusahaan sebelumnya menawar lebih rendah dari itu. Akhirnya pihak ahli waris dengan tidak mempunyai pilihan lain terpaksa menerima uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan yang jauh dibawah ketentuan.
Dan kemudian pihak karyawan yang diwakili oleh Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin (SP LEM – SPSI) PT. Davomas Abadi Tbk harus dihadapkan pada kenyataan dimana perusahaan selalu menyanyikan ‘lagu lama’ dengan menggunakan pola tawar tidak mau membayar pesangon sesuai ketentuan terhadap 4 (empat) orang karyawan yang pensiun yaitu N. Priyatna, Surito, Aja Sonjaya dan Sod’i.
Tindakan perusahaan yang selalu menawar-nawar hak pesangon karyawan yang seharusnya dibayarkan penuh oleh perusahaan membuat gerah para karyawan, dan PUK SP LEM SPSI PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebagai refresentasi karyawan PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi dengan didampingi oleh Biro Advokasi dan Bantuan Hukum DPC K-SPSI sebagai induk organisasi membawa persoalan ke-4 karyawan yang dipensiun tersebut ke penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dan pada tingkat mediasi dan pengadilan kasusnya dimenangkan oleh pihak buruh, bahkan pada tingkat kasasi-pun tetap dimenangkan oleh pihak buruh.
Dan pada saat putusan kasasi MA pun keluar, pihak perusahaan tetap tidak mau membayar uang pesangon ke-4 karyawan yang telah dimenangkan dalam putusan kasasi tersebut. Bahkan sebaliknya pihak perusahaan mencari akal untuk menghindar dari kewajibannya sebagaimana yang diputuskan dalam putusan kasasi MA tersebut dengan cara ‘mengkriminalisasi ke-4 karyawan tersebut’ dengan mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri Kota Sukabumi (Jl. Bhayangkara – Sukabumi), dan akhirnya gugatannya ditolak oleh Pengadilan Negeri.
Sekali lagi hukum bagi buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi menjadi sebuah keniscayaan. Bagaimana tidak? Putusan kasasi yang memenangkan pihak buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi yaitu N. Priyatna, Surito, Aja Sonjaya dan Sod’I telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap pun dengan putusan Nomor : 153 K/PDT.SUS/2008 sampai hari ini belum di-eksekusi.
Dan hari ini ketika buruh memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan upah dan memperoleh kejelasan dari perusahaan, dan serikat pekerja/serikat buruh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari implementasi kebebasan berserikat sebagaimana dilindungi oleh UUD 1945, UU No. 21 Tahun 2001 dan Konvensi ILO pun digugat oleh perusahaan karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Gugatan yang dilayangkan oleh pihak perusahaan (PT. Davomas Abadi Tbk) terhadap para buruh sebesar RP. 99.229.690.560,- (SEMBILAN PULUH SEMBILAN MILYAR DUA RATUS DUA PULUH SEMBILAN JUTA ENAM RATUS SEMBILAN PULUH RIBU LIMA RATUS ENAM PULUH RUPIAH) terhadap buruh dan para pengurus serikat tersebut, karena buruh dan pengurus serikat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pencemaran nama baik dengan memberikan pernyataan di media massa berkaitam dengan aksi unjuk rasa dan mogok makan yang dilakukan buruh.
Dimana aksi unjuk rasa itu sendiri dilakukan berkaitan dengan tindakan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan yang melarang buruhnya untuk masuk kerja tanpa memberikan kejelasan status. Dan aksi itu semakin tinggi intensitasnya setelah beredarnya dari PT. Davomas Abadi Tbk dengan No.: 012/DA/CS/II/09 yang ditujukan kepada Ketua Bapepam dan LK; dan Direksi Bursa Efek Indoesia Perihal: Penjelasan Atas Permintaan Konfirmasi Bursa Tentang Pemberitaan di Media Massa tertanggal 25 Februari 2009. Dimana surat itu untuk menjawab dari surat permintaan penjelasan Nomor : S-00834/BEI.PSR/02-2009 tanggal 19 Februari 2009 berkaitan dengan pemberitaan di Kompas.Com tanggal 19 Februari 2009 dengan judul berita : ‘ Dilarang Masuk Kerja, Buruh PT. Davomas Abadi Demo’.
Dimana dalam surat penjelasan ke Bursa Efek Indonesia sebagaimana dimaksud diatas, Pihak PT. Davomas Abadi Tbk memberikan penjelasan bahwa PT. Davomas Abadi Tbk membantah mempunyai pabrik yang berlokasi di Sukabumi
Jelas, sikap perusahaan yang membantah mempunyai pabrik di Sukabumi itu sangat menyakitkan bagi para buruh, karena sudah belasan tahun mereka bekerja dan menerima gaji dari perusahaan yang namanya PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi, sehingga aksi buruhpun semakin dilakukan secara marathon bahkan dilakukan dengan cara mogok makan oleh beberapa orang buruh. Bahkan aksi buruh PT. Davomas Abadi Tbk itu telah mengundang simpati dari buruh lain untuk ikut bersolidaritas.
Pada satu sisi kita sangat menghargai upaya hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Tapi pada sisi yang lain kita tidak akan pernah mentolerir tindakan yang menjadikan upaya hukum untuk mempermainkan dan menindas buruh PT. Davomas Abadi Tbk. Dan kita juga tidak akan pernah mentolerir apabila upaya hukum ini hanya akan dijadikan alat untuk menghindar dari kewajiban untuk memenuhi hak-hak normative buruh karena sampai saat ini buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi belum dibayarkan upahnya.
Begitu juga berkaitan dengan putusan kasasi yang memenangkan buruh sebagaimana telah disebutkan diatas, sudah memasuki pada tahap aanmaning (peringatan), dimana pihak PT. Davomas Abadi Tbk akan dipanggil pada Hari Kamis, 16 April 2009 oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Kls IA Bandung untuk diberikan tegoran, sebagai prosedur yang harus ditempuh sebelum dilaksanakan eksekusi (surat panggilan terlampir).
Dan beberapa hari lalu jurusita dari PHI Bandung ke Pabrik PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi untuk menginventarisir asset-asset yang mau dieksekusi, tapi sampai saat ini proses eksekusinya belum juga dilaksanakan.
Apalagi yang dilakukan oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh dalam hal ini SPSI merupakan upaya untuk memperoleh hak-hak normative buruh dan juga merupakan ekspresi dari kebebasan berserikat dan berpendapat sebagaimana dijamin dalam konstitusi negara UUD 1945.
Dan penyelelesaian kasus PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi sudah dilakukan dengan berbagai upaya, baik melalui upaya hukum sebagaimana disebutkan diatas dimana sudah ada putusan kasasi yang sudah in kracht terhadap 4 buruh PT. Davomas Abadi Tbk; dan terhadap kasus terakhir yang dialami oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk dimana pihak buruh sampai hari ini belum mendapatkan upah dan statusnya tidak jelas sudah dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya :
a.Pertemuan bipartite yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 19 Februari 2009 di Pabrik PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi Jl. Babakan Parakanlima – Cikembar – Sukabumi, dimana pihak perusahaan sampai hari ini tidak mau menerima hasil kesepakatan tersebut.
b.Pertemuan yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 25 Februari 2009 di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi yang berakhir kisruh karena pihak perusahaan tidak mau kehadiran wartarwan dan DPC K-SPSI yang dimintai buruh untuk mendampingi.
c.Pertemuan yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 05 Maret 2009 di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi, dimana pihak perusahaan berjanji akan menyelesaikan kewajibannya terhadap buruh.
d.Pertemuan yang dihadiri oleh Komisi IX DPR RI dan Staf Ahli Menakertrans RI pada tanggal 05 Maret 2009 (setelah pertemuan di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi) dan dihadiri oleh Komisi IX DPR RI, staf ahli Menakertrans RI, Disnakertrans Kab. Sukabumi, Disnakertrans Prop. Jawa Barat, pihak perusahaan dan perwakilan buruh, dimana pihak perusahaan akan menyelesaikan kewajibannya terhadap buruh.
e.Pertemuan yang difasilitasi oleh Bupati Sukabumi pada tanggal 18 Maret 2009 yang dihadiri oleh Bupati Sukabumi, Direktur PHI Depnakertrans RI, pihak perusahaan dan perwakilan buruh PT. Davomas Abadi Tbk, dimana pihak perusahaan dihadapan Bupati Sukabumi berjanji akan memenuhi kewajiban terhadap buruh termasuk membayar upah dan bahkan pihak perusahaan berjanji akan mempekerjakan kembali.
f.Pertemuan yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal PHI dan Jamsos Depnakertrans RI yang dilaksanakan pada Hari Kamis 12 April 2009 di Depnakertrans RI Jl. Gatot Subroto Kav 51 Jakarta Selatan yang dihadiri oleh Direktur PHI, pihak perusahaan, Kepala Disnakertrans Kab. Sukabumi dan perwakilan buruh dimana pihak perusahaan bersepakat akan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Kenyataannya ?
Sampai hari ini pihak perusahaan belum melaksanakan apa yang dijanjikan atau disepakati dalam upaya-upaya penyelesaian sebagaimana disebutkan diatas.
Bahkan yang menyakitkan, bukan hanya buruh yang dibohongi oleh perusahaan TAPI PEJABAT NEGARA PUN SEPERTI BUPATI SUKABUMI DAN DIREKTUR PHI DEPNAKERTRANS RI SERTA KOMISI IX DPR RI-pun telah dilecehkan oleh pihak PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi.
Bukan hanya Menggugat 99 Milyar Tapi juga Memidanakan Buruh
Tindakan perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk bukan hanya menggugat 99 Milyar lebih terhadap buruh dan pengurus serikat pekerja ke pengadilan, tapi juga berusaha memidanakan buruh dengan cara melaporkan salah satu buruh yang membuat pernyataan di media dan melakukan aksi ke pihak Kepolisian Resort Sukabumi di Palabuhanratu dengan DENGAN LAPORAN POLISI NO. POL: LP/142/III/SPK, TENTANG PENCEMARAN NAMA BAIK DAN PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN, dan kasusnya kini sedang dip roses oleh pihak kepolisian.
DAN GUGATAN PERDATA YANG DIAJUKAN PIHAK PERUSAHAAN, DILAKUKAN DISAAT PERUSAHAAN SUDAH HAMPIR 3 (TIGA) BULAN TIDAK MEMBAYARKAN UPAH BURUH. DIMANA PT. DAVOMAS ABADI TBK BUKANNYA MELAKUKAN KEWAJIBANNYA SEBAGAI PENGUSAHA UNTUK MEMBAYARKAN HAK-HAK NORMATIF BURUH BERUPA UPAH MELAINKAN MENUNTUT GANTI RUGI TERHADAP BURUH YANG JELAS-JELAS HAKNYA DIABAIKAN OLEH PT. DAVOMAS ABADI TBK.
Sebagai catatan tambahan : saat ini perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk membayar pesangon seluruh karyawannya yang telah mengajukan permohonan PHK akibat sudah berbulan-bulan tidak dibayarkan upahnya oleh PT. Davomas Abadi Tbk, dan kasusnya sudah dimenangkan buruh pada tingkat mediasi yang ditangani Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Sukabumi.

Persoalannya ?
Sebenarnya siapa yang melakukan perbuatan melawan hukum, buruh atau PT. Davomas Abadi Tbk ?
Kami sadar memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi kaum buruh bukanlah hal yang mudah. Tapi kami harus percaya bahwa kebenaran dan keadilan masih ada di pengadilan negeri ini. Dan kami sepakat bahwa sampai langit runtuh-pun keadilan harus tetap ditegakkan.
Jangan pernah menakut-nakuti buruh dengan hukum karena sejatinya hukum bukan untuk menakut-nakuti. Jangan pernah menjadikan hukum untuk menindas kaum buruh karena sejatinya hukum diciptakan bukan untuk menindas. Dan jangan pernah menjadikan hukum untuk berbuat sewenang-wenang dan menghindar dari kewajiban hukum…
Karena sejatinya… Hukum diciptakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, untuk membuat manusia taat hukum bukan melakukan pembangkangan terhadap hukum.

DAN KAMI BERSEPAKAT UNTUK TETAP MELAKUKAN PERLAWANAN TERHADAP SIAPAPUN YANG MELAKUKAN PENINDASAN DAN BERBUAT SEWENANG-WENANG TERHADAP KAUM BURUH.
Hidup Buruh…

HARI RABU 1 JULI 2009 PUKUL 10. WIB : PERSIDANGAN LANJUTAN KASUS BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK SUKABUMI DI PENGADILAN NEGERI CIBADAK

MEMPERJUANGKAN HAK-HAK BURUH BERUJUNG GUGATAN 99 MILYAR

sumber : http : //suaraburuh-sukabumi.blogspot.com/

Perjalanan kasus yang dialami oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi telah memberikan gambaran begitu sulitnya memperjuangkan keadilan dan hak-hak buruh di Sukabumi dan mungkin juga di Indonesia, negeri yang kita cintai ini.
Munculnya perlawanan buruh terhadap perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebenarnya gejalanya sudah muncul sejak lama, ketika pihak perusahaan pada bulan Mei 2006 hanya membayar uang pesangon karyawan yang meninggal dunia yaitu Almarhum Asep Saepudin dan Almarhum Ujang Sukatma hanya dibayarkan sebesar 50% dari ketentuan yang seharusnya dibayarkan dalam UU No. 13 Tahun 2003, itupun setelah melalui proses tawar-menawar yang melelahkan karena pihak perusahaan sebelumnya menawar lebih rendah dari itu. Akhirnya pihak ahli waris dengan tidak mempunyai pilihan lain terpaksa menerima uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan yang jauh dibawah ketentuan.
Dan kemudian pihak karyawan yang diwakili oleh Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin (SP LEM – SPSI) PT. Davomas Abadi Tbk harus dihadapkan pada kenyataan dimana perusahaan selalu menyanyikan ‘lagu lama’ dengan menggunakan pola tawar tidak mau membayar pesangon sesuai ketentuan terhadap 4 (empat) orang karyawan yang pensiun yaitu N. Priyatna, Surito, Aja Sonjaya dan Sod’i.
Tindakan perusahaan yang selalu menawar-nawar hak pesangon karyawan yang seharusnya dibayarkan penuh oleh perusahaan membuat gerah para karyawan, dan PUK SP LEM SPSI PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebagai refresentasi karyawan PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi dengan didampingi oleh Biro Advokasi dan Bantuan Hukum DPC K-SPSI sebagai induk organisasi membawa persoalan ke-4 karyawan yang dipensiun tersebut ke penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dan pada tingkat mediasi dan pengadilan kasusnya dimenangkan oleh pihak buruh, bahkan pada tingkat kasasi-pun tetap dimenangkan oleh pihak buruh.
Dan pada saat putusan kasasi MA pun keluar, pihak perusahaan tetap tidak mau membayar uang pesangon ke-4 karyawan yang telah dimenangkan dalam putusan kasasi tersebut. Bahkan sebaliknya pihak perusahaan mencari akal untuk menghindar dari kewajibannya sebagaimana yang diputuskan dalam putusan kasasi MA tersebut dengan cara ‘mengkriminalisasi ke-4 karyawan tersebut’ dengan mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri Kota Sukabumi (Jl. Bhayangkara – Sukabumi), dan akhirnya gugatannya ditolak oleh Pengadilan Negeri.
Sekali lagi hukum bagi buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi menjadi sebuah keniscayaan. Bagaimana tidak? Putusan kasasi yang memenangkan pihak buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi yaitu N. Priyatna, Surito, Aja Sonjaya dan Sod’I telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap pun dengan putusan Nomor : 153 K/PDT.SUS/2008 sampai hari ini belum di-eksekusi.
Dan hari ini ketika buruh memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan upah dan memperoleh kejelasan dari perusahaan, dan serikat pekerja/serikat buruh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari implementasi kebebasan berserikat sebagaimana dilindungi oleh UUD 1945, UU No. 21 Tahun 2001 dan Konvensi ILO pun digugat oleh perusahaan karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Gugatan yang dilayangkan oleh pihak perusahaan (PT. Davomas Abadi Tbk) terhadap para buruh sebesar RP. 99.229.690.560,- (SEMBILAN PULUH SEMBILAN MILYAR DUA RATUS DUA PULUH SEMBILAN JUTA ENAM RATUS SEMBILAN PULUH RIBU LIMA RATUS ENAM PULUH RUPIAH) terhadap buruh dan para pengurus serikat tersebut, karena buruh dan pengurus serikat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pencemaran nama baik dengan memberikan pernyataan di media massa berkaitam dengan aksi unjuk rasa dan mogok makan yang dilakukan buruh.
Dimana aksi unjuk rasa itu sendiri dilakukan berkaitan dengan tindakan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan yang melarang buruhnya untuk masuk kerja tanpa memberikan kejelasan status. Dan aksi itu semakin tinggi intensitasnya setelah beredarnya dari PT. Davomas Abadi Tbk dengan No.: 012/DA/CS/II/09 yang ditujukan kepada Ketua Bapepam dan LK; dan Direksi Bursa Efek Indoesia Perihal: Penjelasan Atas Permintaan Konfirmasi Bursa Tentang Pemberitaan di Media Massa tertanggal 25 Februari 2009. Dimana surat itu untuk menjawab dari surat permintaan penjelasan Nomor : S-00834/BEI.PSR/02-2009 tanggal 19 Februari 2009 berkaitan dengan pemberitaan di Kompas.Com tanggal 19 Februari 2009 dengan judul berita : ‘ Dilarang Masuk Kerja, Buruh PT. Davomas Abadi Demo’.
Dimana dalam surat penjelasan ke Bursa Efek Indonesia sebagaimana dimaksud diatas, Pihak PT. Davomas Abadi Tbk memberikan penjelasan bahwa PT. Davomas Abadi Tbk membantah mempunyai pabrik yang berlokasi di Sukabumi
Jelas, sikap perusahaan yang membantah mempunyai pabrik di Sukabumi itu sangat menyakitkan bagi para buruh, karena sudah belasan tahun mereka bekerja dan menerima gaji dari perusahaan yang namanya PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi, sehingga aksi buruhpun semakin dilakukan secara marathon bahkan dilakukan dengan cara mogok makan oleh beberapa orang buruh. Bahkan aksi buruh PT. Davomas Abadi Tbk itu telah mengundang simpati dari buruh lain untuk ikut bersolidaritas.
Pada satu sisi kita sangat menghargai upaya hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Tapi pada sisi yang lain kita tidak akan pernah mentolerir tindakan yang menjadikan upaya hukum untuk mempermainkan dan menindas buruh PT. Davomas Abadi Tbk. Dan kita juga tidak akan pernah mentolerir apabila upaya hukum ini hanya akan dijadikan alat untuk menghindar dari kewajiban untuk memenuhi hak-hak normative buruh karena sampai saat ini buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi belum dibayarkan upahnya.
Begitu juga berkaitan dengan putusan kasasi yang memenangkan buruh sebagaimana telah disebutkan diatas, sudah memasuki pada tahap aanmaning (peringatan), dimana pihak PT. Davomas Abadi Tbk akan dipanggil pada Hari Kamis, 16 April 2009 oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Kls IA Bandung untuk diberikan tegoran, sebagai prosedur yang harus ditempuh sebelum dilaksanakan eksekusi (surat panggilan terlampir).
Dan beberapa hari lalu jurusita dari PHI Bandung ke Pabrik PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi untuk menginventarisir asset-asset yang mau dieksekusi, tapi sampai saat ini proses eksekusinya belum juga dilaksanakan.
Apalagi yang dilakukan oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh dalam hal ini SPSI merupakan upaya untuk memperoleh hak-hak normative buruh dan juga merupakan ekspresi dari kebebasan berserikat dan berpendapat sebagaimana dijamin dalam konstitusi negara UUD 1945.
Dan penyelelesaian kasus PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi sudah dilakukan dengan berbagai upaya, baik melalui upaya hukum sebagaimana disebutkan diatas dimana sudah ada putusan kasasi yang sudah in kracht terhadap 4 buruh PT. Davomas Abadi Tbk; dan terhadap kasus terakhir yang dialami oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk dimana pihak buruh sampai hari ini belum mendapatkan upah dan statusnya tidak jelas sudah dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya :
a.Pertemuan bipartite yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 19 Februari 2009 di Pabrik PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi Jl. Babakan Parakanlima – Cikembar – Sukabumi, dimana pihak perusahaan sampai hari ini tidak mau menerima hasil kesepakatan tersebut.
b.Pertemuan yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 25 Februari 2009 di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi yang berakhir kisruh karena pihak perusahaan tidak mau kehadiran wartarwan dan DPC K-SPSI yang dimintai buruh untuk mendampingi.
c.Pertemuan yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 05 Maret 2009 di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi, dimana pihak perusahaan berjanji akan menyelesaikan kewajibannya terhadap buruh.
d.Pertemuan yang dihadiri oleh Komisi IX DPR RI dan Staf Ahli Menakertrans RI pada tanggal 05 Maret 2009 (setelah pertemuan di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi) dan dihadiri oleh Komisi IX DPR RI, staf ahli Menakertrans RI, Disnakertrans Kab. Sukabumi, Disnakertrans Prop. Jawa Barat, pihak perusahaan dan perwakilan buruh, dimana pihak perusahaan akan menyelesaikan kewajibannya terhadap buruh.
e.Pertemuan yang difasilitasi oleh Bupati Sukabumi pada tanggal 18 Maret 2009 yang dihadiri oleh Bupati Sukabumi, Direktur PHI Depnakertrans RI, pihak perusahaan dan perwakilan buruh PT. Davomas Abadi Tbk, dimana pihak perusahaan dihadapan Bupati Sukabumi berjanji akan memenuhi kewajiban terhadap buruh termasuk membayar upah dan bahkan pihak perusahaan berjanji akan mempekerjakan kembali.
f.Pertemuan yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal PHI dan Jamsos Depnakertrans RI yang dilaksanakan pada Hari Kamis 12 April 2009 di Depnakertrans RI Jl. Gatot Subroto Kav 51 Jakarta Selatan yang dihadiri oleh Direktur PHI, pihak perusahaan, Kepala Disnakertrans Kab. Sukabumi dan perwakilan buruh dimana pihak perusahaan bersepakat akan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Kenyataannya ?
Sampai hari ini pihak perusahaan belum melaksanakan apa yang dijanjikan atau disepakati dalam upaya-upaya penyelesaian sebagaimana disebutkan diatas.
Bahkan yang menyakitkan, bukan hanya buruh yang dibohongi oleh perusahaan TAPI PEJABAT NEGARA PUN SEPERTI BUPATI SUKABUMI DAN DIREKTUR PHI DEPNAKERTRANS RI SERTA KOMISI IX DPR RI-pun telah dilecehkan oleh pihak PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi.
Bukan hanya Menggugat 99 Milyar Tapi juga Memidanakan Buruh
Tindakan perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk bukan hanya menggugat 99 Milyar lebih terhadap buruh dan pengurus serikat pekerja ke pengadilan, tapi juga berusaha memidanakan buruh dengan cara melaporkan salah satu buruh yang membuat pernyataan di media dan melakukan aksi ke pihak Kepolisian Resort Sukabumi di Palabuhanratu dengan DENGAN LAPORAN POLISI NO. POL: LP/142/III/SPK, TENTANG PENCEMARAN NAMA BAIK DAN PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN, dan kasusnya kini sedang dip roses oleh pihak kepolisian.
DAN GUGATAN PERDATA YANG DIAJUKAN PIHAK PERUSAHAAN, DILAKUKAN DISAAT PERUSAHAAN SUDAH HAMPIR 3 (TIGA) BULAN TIDAK MEMBAYARKAN UPAH BURUH. DIMANA PT. DAVOMAS ABADI TBK BUKANNYA MELAKUKAN KEWAJIBANNYA SEBAGAI PENGUSAHA UNTUK MEMBAYARKAN HAK-HAK NORMATIF BURUH BERUPA UPAH MELAINKAN MENUNTUT GANTI RUGI TERHADAP BURUH YANG JELAS-JELAS HAKNYA DIABAIKAN OLEH PT. DAVOMAS ABADI TBK.
Sebagai catatan tambahan : saat ini perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk membayar pesangon seluruh karyawannya yang telah mengajukan permohonan PHK akibat sudah berbulan-bulan tidak dibayarkan upahnya oleh PT. Davomas Abadi Tbk, dan kasusnya sudah dimenangkan buruh pada tingkat mediasi yang ditangani Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Sukabumi.

Persoalannya ?
Sebenarnya siapa yang melakukan perbuatan melawan hukum, buruh atau PT. Davomas Abadi Tbk ?
Kami sadar memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi kaum buruh bukanlah hal yang mudah. Tapi kami harus percaya bahwa kebenaran dan keadilan masih ada di pengadilan negeri ini. Dan kami sepakat bahwa sampai langit runtuh-pun keadilan harus tetap ditegakkan.
Jangan pernah menakut-nakuti buruh dengan hukum karena sejatinya hukum bukan untuk menakut-nakuti. Jangan pernah menjadikan hukum untuk menindas kaum buruh karena sejatinya hukum diciptakan bukan untuk menindas. Dan jangan pernah menjadikan hukum untuk berbuat sewenang-wenang dan menghindar dari kewajiban hukum…
Karena sejatinya… Hukum diciptakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, untuk membuat manusia taat hukum bukan melakukan pembangkangan terhadap hukum.

DAN KAMI BERSEPAKAT UNTUK TETAP MELAKUKAN PERLAWANAN TERHADAP SIAPAPUN YANG MELAKUKAN PENINDASAN DAN BERBUAT SEWENANG-WENANG TERHADAP KAUM BURUH.
Hidup Buruh…

6.28.2009

Review Kasus Buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi : Akumulasi Kekecewaan Buruh Yang Sudah Memuncak (Bagian I)

Sebagaimana dilansir oleh beberapa media online bahwa PT. Davomas Abadi Tbk merupakan perusahaan coklat terbesar ketiga di dunia. Sebuah perusahaan yang sahamnya sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Munculnya perlawanan buruh terhadap perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebenarnya gejalanya sudah muncul sejak lama.
Kekhawatiran rekan-rekan buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu, ketika pihak perusahaan pada bulan Mei 2006 hanya membayar uang pesangon karyawan yang meninggal dunia yaitu Almarhum Asep Saepudin dan Almarhum Ujang Sukatma hanya dibayarkan sebesar 50% dari ketentuan yang seharusnya dibayarkan dalam UU No. 13 Tahun 2003, itupun setelah melalui proses tawar-menawar yang melelahkan karena pihak perusahaan sebelumnya menawar lebih rendah dari itu. Akhirnya pihak ahli waris dengan tidak mempunyai pilihan lain terpaksa menerima uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan yang jauh dibawah ketentuan.
Dan kemudian pihak karyawan yang diwakili oleh Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin (SP LEM – SPSI) PT. Davomas Abadi Tbk harus dihadapkan pada kenyataan dimana perusahaan selalu menyanyikan ‘lagu lama’ dengan menggunakan pola tawar tidak mau membayar pesangon sesuai ketentuan terhadap 4 (empat) orang karyawan yang pensiun yaitu N. Priyatna, Surito, Aja Sonjaya dan Sod’i.
Tindakan perusahaan yang selalu menawar-nawar hak pesangon karyawan yang seharusnya dibayarkan penuh oleh perusahaan membuat gerah para karyawan, dan PUK SP LEM SPSI PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebagai refresentasi karyawan PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi dengan didampingi oleh Biro Advokasi dan Bantuan Hukum DPC K-SPSI sebagai induk organisasi membawa persoalan ke-4 karyawan yang dipensiun tersebut ke penyelesaian tingkat mediasi di Disnakertrans Kab. Sukabumi dan anjuran dari Mediator Ketenagakerjaan pada Disnakertrans Kab. Sukabumi tersebut memenangkan gugatan karyawan.
Tapi anjuran dari Mediator Ketenagakerjaan yang memenangkan karyawan tersebut tidak dihiraukan oleh pihak perusahaan bahkan ada kesan pihak perusahaan mengabaikan anjuran tersebut. Dalam mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 mestinya kalau salah satu pihak menolak anjuran dari Mediator Ketenagakerjaan yang menolak tersebut harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Tapi ditunggu-tunggu gugatan itu tidak juga diajukan oleh pihak perusahaan, dan akhirnya karena pihak karyawan tidak mau kasusnya berlarut-larut tanpa ada kepastian hukum maka Biro Advokasi dan Bantuan Hukum DPC K-SPSI dengan menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengajukan gugatan ke PHI Bandung. Dan Alhamdulillah lagi-lagi kasusnya dimenangkan oleh pihak karyawan.
Sebagai konsekuensinya karena perusahaan (dalam hal ini PT. Davomas Abadi Tbk) kalah pada tingkat Pengadilan Hubungan Industrial di Bandung, maka pihak perusahaan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Tapi ketika menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung tersebut kalangan buruh Sukabumi khususnya buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi harus kehilangan orang yang ikut memperjuangkan ke-4 karyawan yang pensiun tersebut, dia adalah Ketua Pengurus Unit Kerja SP LEM SPSI PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi yaitu Almarhum Tandi ‘Obos’ Suwardi yang meninggal dunia pada minggu ke-2 bulan Juni 2008. Dan hasil perjuangan almarhum Tandi ‘Obos’ Suwardi tersebut membuahkan hasil karena pada tanggal 23 Juni 2008 seminggu setelah Sdr. Tandi Suwardi meninggal dunia, Mahkamah Agung RI melalui putusan kasasi No.: 153 K/PDT.SUS/2008 memenangkan ke-4 karyawan yang pensiun sebagaimana dimaksud diatas.
Tapi berita kemenangan dari putusan kasasi Mahkamah Agung tersebut harus ternodai dengan datangnya berita buruk dari perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk yang menawar uang pesangon Almarhum Tandi Suwardi (mantan Ketua PUK) hanya sebesar 50%, dan akhirnya dengan proses negoisasi yang melelahkan dengan pihak ahli waris, pihak perusahaan hanya sanggup membayar uang pesangon almarhum sebesar 80% dari ketentuan yang seharusnya dibayarkan oleh pihak perusahaan.
Dan pada saat putusan kasasi MA pun keluar, pihak perusahaan tetap tidak mau membayar uang pesangon ke-4 karyawan yang telah dimenangkan dalam putusan kasasi tersebut. Bahkan sebaliknya pihak perusahaan mencari akal untuk menghindar dari kewajibannya sebagaimana yang diputuskan dalam putusan kasasi MA tersebut dengan cara ‘mengkriminalisasi ke-4 karyawan tersebut’ dengan mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri Kota Sukabumi (Jl. Bhayangkara – Sukabumi), dan akhirnya gugatannya ditolak oleh Pengadilan Negeri.
Sekali lagi, walaupun putusan kasasi dimenangkan oleh karyawan dan upaya perusahaan untuk menggugat balik karyawan ditolak oleh pengadilan negeri, tapi tetap saja pihak PT. Davomas Abadi Tbk tidak mau membayarkan uang pesangon terhadap ke-4 karyawan yang pensiun.
Dari situ sangat jelas bahwa perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk tidak punya itikad baik untuk menjalankan putusan kasasi MA, bahkan ada kesan pihak perusahaan dengan sengaja melakukan pembangkangan dan perlawanan terhadap hukum yang berlaku di negeri ini.
Peringatan (aanmaning) yang diajukan oleh pihak karyawan melalui kuasanya Biro Advokasi dan Bantuan Hukum DPC K-SPSI Kab. Sukabumi dan LBH Bandung pun seolah-oleh dipermainkan oleh perusahaan dan pengadilan. Sangat jelas terlihat ada main mata antara PT. Davomas Abadi Tbk dengan pihak pengadilan, karena setiap mengajukan aanmaning (peringatan) untuk segera dilakukan eksekusi pihak perusahaan dan pengadilan selalu berkilah belum menerima salinan putusan kasasi MA tersebut. Suatu hal yang mustahil, masa putusan kasasi yang sudah hampir 1 (satu) tahun belum nyampe ke tangan perusahaan. Sementara kalau pihak karyawan memberikan salinan putusan kasasi MA yang diterima oleh pihak karywan, pihak perusahaan seakan tidak mau menerima dan mengakui salinan putusan kasasi MA tersebut.
Belum selesai putusan kasasi MA yang memenangkan karyawan dijalankan oleh perusahaan, tiba-tiba perusahaan mengeluarkan kebijakan kontroversial dengan mengeluarkan surat pernyataan yang dipaksakan untuk ditandatangani oleh pihak karyawan.
Sejak awal sudah tercium aroma busuk dibalik pemaksaan tanda tangan surat pernyataan yang dibuat secara sepihak oleh PT. Davomas Abadi Tbk tersebut, dimana dibalik surat pernyataan itu pihak buruh sudah mencium rencana busuk perusahaan untuk melakukan tindakan sewenang-wenang dengan modal surat pernyataan tersebut. Apalagi dari beberapa informasi yang masuk ke karyawan, di PT. Davomas Abadi Tbk Tangerang pihak karyawan yang menandatangani surat pernyataan langsung diubah statusnya dari karyawan tetap menjadi karyawan kontrak tanpa diberikan uang pesangon terlebih dahulu. Bahkan ada kabar lagi di PT. Davomas Abadi Tbk Cabang Gresik pihak karyawan yang menandatangani surat pernyataan secara bertahap di keluarkan alias diberhentikan tanpa diberikan pesangon.
Dari kondisi tersebut, jelas sangat menimbulkan kekhawatiran bagi pihak karyawan PT. Davomas Abadi Tbk - Sukabumi hingga akhirnya membuat karyawan kompak untuk menolak menandatangani surat pernyataan tersebut sebelum pihak perusahaan memberikan penjelasan detail mengenai maksud dan tujuan serta point-point yang ada dalam surat pernyataan tersebut.
Dan konyol-nya lagi pihak perusahaan ketika dimintai penjelasan oleh karyawan mengenai maksud dan tujuan serta point-point yang ada dalam surat pernyataan tersebut tidak pernah mau menjelaskan, bahkan justeru pada tanggal 19 Februari 2009 pihak perusahaan mengeluarkan pengumuman yang isinya melarang masuk kerja terhadap karyawan yang tidak mau menandatangani surat pernyataan, dan karyawan yang tidak tanda tangan dianggap MENGUNDURKAN DIRI.
Kontan saja, pengumuman yang dikeluarkan pihak PT. Davomas Abadi Tbk tersebut mengundang kemarahan bagi karyawan dan pada saat itu juga langsung melakukan unjuk rasa di depan pabrik PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi Jl. Babakan Parakanlima Cikembar – Sukabumi.
KEMARAHAN KARYAWAN SEMAKIN MEMUNCAK KETIKA PADA TANGGAL 23 FEBRUARI 2009 MUNCUL SURAT NO. : 012/DA/CS/II/09 DARI PT. DAVOMAS ABADI TBK YANG DITUJUKAN KE KEPALA BAPEPAM-LK DAN DIREKSI BURSA EFEK INDONESIA YANG ISINYA PT. DAVOMAS ABADI TBK MEMBANTAH MEMPUNYAI PABRIK DI SUKABUMI.
Sehingga dari kronologis diatas, sangat wajar apabila buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi melakukan perlawanan. Perlawanan bukan saja untuk melawan penindasan dan kesewenang-wenangan serta menggugat pertanggungjawaban perusahaan, TAPI juga melakukan penggugatan terhadap peran negara atau pemerintah yang semestinya melindungi buruh BUKAN JUSTERU SEBALIKNYA.
Tindakan protes yang dilakukan karyawan terhadap PT. Davomas Abadi Tbk selama ini susah membuahkan hasil karena perusahaan merasa kebal hukum dan perundingan yang dilakukan selama ini dengan pihak karyawan tidak pernah ditempatkan sebagai sarana kemitraan dalam hubungan industrial. Karena setiap ada perundingan, pihak perusahaan tidak pernah membuka ruang dialog yang setara dengan serikat pekerja yang diwakili PUK SPSI dan karyawan melainkan memposisikan karyawan sebagai pihak yang harus menerima apapun yang diputuskan oleh perusahaan, dan hampir setiap perundingan pihak perusahaan selalu menurunkan pihak lawyer atau pengacara perusahaan bukan pihak manajemen perusahaan. Suatu hal yang ironis dalam membangun kemitraan pada tingkat bipartite di perusahaan.
Tapi kita harus bersepakat, untuk bersatu melawan penindasan...
Hidup Buruh...!

2 HARI LAGI (Rabu, 01 Juli 2009) : Persidangan Lanjutan Kasus Buruh PT. Davomas Abadi Tbk di PN Cibadak

MEMPERJUANGKAN HAK-HAK BURUH BERUJUNG GUGATAN 99 MILYAR

Perjalanan kasus yang dialami oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi telah memberikan gambaran begitu sulitnya memperjuangkan keadilan dan hak-hak buruh di Sukabumi dan mungkin juga di Indonesia, negeri yang kita cintai ini.
Munculnya perlawanan buruh terhadap perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebenarnya gejalanya sudah muncul sejak lama, ketika pihak perusahaan pada bulan Mei 2006 hanya membayar uang pesangon karyawan yang meninggal dunia yaitu Almarhum Asep Saepudin dan Almarhum Ujang Sukatma hanya dibayarkan sebesar 50% dari ketentuan yang seharusnya dibayarkan dalam UU No. 13 Tahun 2003, itupun setelah melalui proses tawar-menawar yang melelahkan karena pihak perusahaan sebelumnya menawar lebih rendah dari itu. Akhirnya pihak ahli waris dengan tidak mempunyai pilihan lain terpaksa menerima uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan yang jauh dibawah ketentuan.
Dan kemudian pihak karyawan yang diwakili oleh Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin (SP LEM – SPSI) PT. Davomas Abadi Tbk harus dihadapkan pada kenyataan dimana perusahaan selalu menyanyikan ‘lagu lama’ dengan menggunakan pola tawar tidak mau membayar pesangon sesuai ketentuan terhadap 4 (empat) orang karyawan yang pensiun yaitu N. Priyatna, Surito, Aja Sonjaya dan Sod’i.
Tindakan perusahaan yang selalu menawar-nawar hak pesangon karyawan yang seharusnya dibayarkan penuh oleh perusahaan membuat gerah para karyawan, dan PUK SP LEM SPSI PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi sebagai refresentasi karyawan PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi dengan didampingi oleh Biro Advokasi dan Bantuan Hukum DPC K-SPSI sebagai induk organisasi membawa persoalan ke-4 karyawan yang dipensiun tersebut ke penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dan pada tingkat mediasi dan pengadilan kasusnya dimenangkan oleh pihak buruh, bahkan pada tingkat kasasi-pun tetap dimenangkan oleh pihak buruh.
Dan pada saat putusan kasasi MA pun keluar, pihak perusahaan tetap tidak mau membayar uang pesangon ke-4 karyawan yang telah dimenangkan dalam putusan kasasi tersebut. Bahkan sebaliknya pihak perusahaan mencari akal untuk menghindar dari kewajibannya sebagaimana yang diputuskan dalam putusan kasasi MA tersebut dengan cara ‘mengkriminalisasi ke-4 karyawan tersebut’ dengan mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri Kota Sukabumi (Jl. Bhayangkara – Sukabumi), dan akhirnya gugatannya ditolak oleh Pengadilan Negeri.
Sekali lagi hukum bagi buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi menjadi sebuah keniscayaan. Bagaimana tidak? Putusan kasasi yang memenangkan pihak buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi yaitu N. Priyatna, Surito, Aja Sonjaya dan Sod’I telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap pun dengan putusan Nomor : 153 K/PDT.SUS/2008 sampai hari ini belum di-eksekusi.
Dan hari ini ketika buruh memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan upah dan memperoleh kejelasan dari perusahaan, dan serikat pekerja/serikat buruh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari implementasi kebebasan berserikat sebagaimana dilindungi oleh UUD 1945, UU No. 21 Tahun 2001 dan Konvensi ILO pun digugat oleh perusahaan karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Gugatan yang dilayangkan oleh pihak perusahaan (PT. Davomas Abadi Tbk) terhadap para buruh sebesar RP. 99.229.690.560,- (SEMBILAN PULUH SEMBILAN MILYAR DUA RATUS DUA PULUH SEMBILAN JUTA ENAM RATUS SEMBILAN PULUH RIBU LIMA RATUS ENAM PULUH RUPIAH) terhadap buruh dan para pengurus serikat tersebut, karena buruh dan pengurus serikat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pencemaran nama baik dengan memberikan pernyataan di media massa berkaitam dengan aksi unjuk rasa dan mogok makan yang dilakukan buruh.
Dimana aksi unjuk rasa itu sendiri dilakukan berkaitan dengan tindakan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan yang melarang buruhnya untuk masuk kerja tanpa memberikan kejelasan status. Dan aksi itu semakin tinggi intensitasnya setelah beredarnya dari PT. Davomas Abadi Tbk dengan No.: 012/DA/CS/II/09 yang ditujukan kepada Ketua Bapepam dan LK; dan Direksi Bursa Efek Indoesia Perihal: Penjelasan Atas Permintaan Konfirmasi Bursa Tentang Pemberitaan di Media Massa tertanggal 25 Februari 2009. Dimana surat itu untuk menjawab dari surat permintaan penjelasan Nomor : S-00834/BEI.PSR/02-2009 tanggal 19 Februari 2009 berkaitan dengan pemberitaan di Kompas.Com tanggal 19 Februari 2009 dengan judul berita : ‘ Dilarang Masuk Kerja, Buruh PT. Davomas Abadi Demo’.
Dimana dalam surat penjelasan ke Bursa Efek Indonesia sebagaimana dimaksud diatas, Pihak PT. Davomas Abadi Tbk memberikan penjelasan bahwa PT. Davomas Abadi Tbk membantah mempunyai pabrik yang berlokasi di Sukabumi
Jelas, sikap perusahaan yang membantah mempunyai pabrik di Sukabumi itu sangat menyakitkan bagi para buruh, karena sudah belasan tahun mereka bekerja dan menerima gaji dari perusahaan yang namanya PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi, sehingga aksi buruhpun semakin dilakukan secara marathon bahkan dilakukan dengan cara mogok makan oleh beberapa orang buruh. Bahkan aksi buruh PT. Davomas Abadi Tbk itu telah mengundang simpati dari buruh lain untuk ikut bersolidaritas.
Pada satu sisi kita sangat menghargai upaya hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Tapi pada sisi yang lain kita tidak akan pernah mentolerir tindakan yang menjadikan upaya hukum untuk mempermainkan dan menindas buruh PT. Davomas Abadi Tbk. Dan kita juga tidak akan pernah mentolerir apabila upaya hukum ini hanya akan dijadikan alat untuk menghindar dari kewajiban untuk memenuhi hak-hak normative buruh karena sampai saat ini buruh PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi belum dibayarkan upahnya.
Begitu juga berkaitan dengan putusan kasasi yang memenangkan buruh sebagaimana telah disebutkan diatas, sudah memasuki pada tahap aanmaning (peringatan), dimana pihak PT. Davomas Abadi Tbk akan dipanggil pada Hari Kamis, 16 April 2009 oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Kls IA Bandung untuk diberikan tegoran, sebagai prosedur yang harus ditempuh sebelum dilaksanakan eksekusi (surat panggilan terlampir).
Dan beberapa hari lalu jurusita dari PHI Bandung ke Pabrik PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi untuk menginventarisir asset-asset yang mau dieksekusi, tapi sampai saat ini proses eksekusinya belum juga dilaksanakan.
Apalagi yang dilakukan oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh dalam hal ini SPSI merupakan upaya untuk memperoleh hak-hak normative buruh dan juga merupakan ekspresi dari kebebasan berserikat dan berpendapat sebagaimana dijamin dalam konstitusi negara UUD 1945.
Dan penyelelesaian kasus PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi sudah dilakukan dengan berbagai upaya, baik melalui upaya hukum sebagaimana disebutkan diatas dimana sudah ada putusan kasasi yang sudah in kracht terhadap 4 buruh PT. Davomas Abadi Tbk; dan terhadap kasus terakhir yang dialami oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk dimana pihak buruh sampai hari ini belum mendapatkan upah dan statusnya tidak jelas sudah dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya :
a.Pertemuan bipartite yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 19 Februari 2009 di Pabrik PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi Jl. Babakan Parakanlima – Cikembar – Sukabumi, dimana pihak perusahaan sampai hari ini tidak mau menerima hasil kesepakatan tersebut.
b.Pertemuan yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 25 Februari 2009 di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi yang berakhir kisruh karena pihak perusahaan tidak mau kehadiran wartarwan dan DPC K-SPSI yang dimintai buruh untuk mendampingi.
c.Pertemuan yang difasilitasi oleh Disnakertrans Kab. Sukabumi pada tanggal 05 Maret 2009 di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi, dimana pihak perusahaan berjanji akan menyelesaikan kewajibannya terhadap buruh.
d.Pertemuan yang dihadiri oleh Komisi IX DPR RI dan Staf Ahli Menakertrans RI pada tanggal 05 Maret 2009 (setelah pertemuan di Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi) dan dihadiri oleh Komisi IX DPR RI, staf ahli Menakertrans RI, Disnakertrans Kab. Sukabumi, Disnakertrans Prop. Jawa Barat, pihak perusahaan dan perwakilan buruh, dimana pihak perusahaan akan menyelesaikan kewajibannya terhadap buruh.
e.Pertemuan yang difasilitasi oleh Bupati Sukabumi pada tanggal 18 Maret 2009 yang dihadiri oleh Bupati Sukabumi, Direktur PHI Depnakertrans RI, pihak perusahaan dan perwakilan buruh PT. Davomas Abadi Tbk, dimana pihak perusahaan dihadapan Bupati Sukabumi berjanji akan memenuhi kewajiban terhadap buruh termasuk membayar upah dan bahkan pihak perusahaan berjanji akan mempekerjakan kembali.
f.Pertemuan yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal PHI dan Jamsos Depnakertrans RI yang dilaksanakan pada Hari Kamis 12 April 2009 di Depnakertrans RI Jl. Gatot Subroto Kav 51 Jakarta Selatan yang dihadiri oleh Direktur PHI, pihak perusahaan, Kepala Disnakertrans Kab. Sukabumi dan perwakilan buruh dimana pihak perusahaan bersepakat akan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Kenyataannya ?
Sampai hari ini pihak perusahaan belum melaksanakan apa yang dijanjikan atau disepakati dalam upaya-upaya penyelesaian sebagaimana disebutkan diatas.
Bahkan yang menyakitkan, bukan hanya buruh yang dibohongi oleh perusahaan TAPI PEJABAT NEGARA PUN SEPERTI BUPATI SUKABUMI DAN DIREKTUR PHI DEPNAKERTRANS RI SERTA KOMISI IX DPR RI-pun telah dilecehkan oleh pihak PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi.
Bukan hanya Menggugat 99 Milyar Tapi juga Memidanakan Buruh
Tindakan perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk bukan hanya menggugat 99 Milyar lebih terhadap buruh dan pengurus serikat pekerja ke pengadilan, tapi juga berusaha memidanakan buruh dengan cara melaporkan salah satu buruh yang membuat pernyataan di media dan melakukan aksi ke pihak Kepolisian Resort Sukabumi di Palabuhanratu dengan DENGAN LAPORAN POLISI NO. POL: LP/142/III/SPK, TENTANG PENCEMARAN NAMA BAIK DAN PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN, dan kasusnya kini sedang dip roses oleh pihak kepolisian.
DAN GUGATAN PERDATA YANG DIAJUKAN PIHAK PERUSAHAAN, DILAKUKAN DISAAT PERUSAHAAN SUDAH HAMPIR 3 (TIGA) BULAN TIDAK MEMBAYARKAN UPAH BURUH. DIMANA PT. DAVOMAS ABADI TBK BUKANNYA MELAKUKAN KEWAJIBANNYA SEBAGAI PENGUSAHA UNTUK MEMBAYARKAN HAK-HAK NORMATIF BURUH BERUPA UPAH MELAINKAN MENUNTUT GANTI RUGI TERHADAP BURUH YANG JELAS-JELAS HAKNYA DIABAIKAN OLEH PT. DAVOMAS ABADI TBK.
Sebagai catatan tambahan : saat ini perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk membayar pesangon seluruh karyawannya yang telah mengajukan permohonan PHK akibat sudah berbulan-bulan tidak dibayarkan upahnya oleh PT. Davomas Abadi Tbk, dan kasusnya sudah dimenangkan buruh pada tingkat mediasi yang ditangani Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Sukabumi.

Persoalannya ?
Sebenarnya siapa yang melakukan perbuatan melawan hukum, buruh atau PT. Davomas Abadi Tbk ?
Kami sadar memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi kaum buruh bukanlah hal yang mudah. Tapi kami harus percaya bahwa kebenaran dan keadilan masih ada di pengadilan negeri ini. Dan kami sepakat bahwa sampai langit runtuh-pun keadilan harus tetap ditegakkan.
Jangan pernah menakut-nakuti buruh dengan hukum karena sejatinya hukum bukan untuk menakut-nakuti. Jangan pernah menjadikan hukum untuk menindas kaum buruh karena sejatinya hukum diciptakan bukan untuk menindas. Dan jangan pernah menjadikan hukum untuk berbuat sewenang-wenang dan menghindar dari kewajiban hukum…
Karena sejatinya… Hukum diciptakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, untuk membuat manusia taat hukum bukan melakukan pembangkangan terhadap hukum.

DAN KAMI BERSEPAKAT UNTUK TETAP MELAKUKAN PERLAWANAN TERHADAP SIAPAPUN YANG MELAKUKAN PENINDASAN DAN BERBUAT SEWENANG-WENANG TERHADAP KAUM BURUH.
Hidup Buruh….

6.21.2009

Benarkah Mega - Pro Bisa Hapuskan Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing?

Salah satu janji atau kommitment yang diusung oleh Pasangan Capres - Cawapres Megawati Soekarno Puteri - Prabowo Subianto untuk kaum buruh adalah menghapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Janji atau komitment yang diberikan oleh pasangan Mega - Prabowo tersebut tentunya sangat menggembirakan bagi kaum buruh, karena sistem kerja kontrak dan outsourcing sangat merugikan bagi kaum buruh...
Bagaimana tidak...!
Sistem kerja kontrak dan outsourcing itu telah menciptakan ketidakpastian bekerja bagi kaum buruh, dan membuat buruh/pekerja menjadi komoditas yang diperjualbelikan dan tidak punya masa depan karena cara kerjanya menciptakan kekhawatiran tersendiri bagi kaum buruh karena terus dibayangi ketakutan berakhirnya masa kontrak, dan setelah kontrak selesai mereka di PHK atau diakhiri kontraknya tanpa mendapatkan kompensasi apapun dari pengusaha.
Begitu juga dengan sistem kerja outsourcing membuat hubungan kerja menjadi ngambang karena hubungan kerja tidak lagi langsung dengan perusahaan pemberi kerja tetapi antara buruh/pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja, sehingga membuat positioning buruh menjadi lemah karena tidak mempunyai nilai tawar dengan perusahaan melainkan dengan perusahaan penyuplai tenaga kerja.
Diperparah lagi dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum atau law efforcement UU Ketenagakerjaan, dimana ditengah lemahnya sistem kerja kontrak dan outsourcing tersebut masih ditambah dengan penyimpangan dari ketentuan kerja kontrak dan outsourcing sebagaimana diatur dalam UU, sehingga semakin menambah deret panjang penderitaan bagi kaum buruh.
Sehingga sistem kerja kontrak dan outsourcing itu sangat 'menghantui' bagi setiap pekerja/buruh, dan karenanya sudah sepantasnya dihapuskan dari sistem dan hukum ketenagakerjaan di Indonesia.

Persoalannya...? Benarkah Mega - Pro (khususnya Megawati) punya komitment untuk menghapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing tersebut?

Kalau bicara kemungkinan memang sangat mungkin bagi siapapun presiden atau wakil presiden-nya untuk menghapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing tersebut, karena semua itu akan sangat tergantung pada komitment keberpihakan terhadap kaum buruh.
Tapi khusus untuk Megawati, nampaknya harus kembali dipertanyakan berkaitan dengan kommitment penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing tersebut KARENA LAHIRNYA SISTEM KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCING TERSEBUT JUSTERU PADA SAAT KEPEMIMPINAN MEGAWATI SOEKARNO PUTERI JADI PRESIDEN.
Dimana sistem kerja kontrak dan outsourcing tersebut lahir ketika UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lahir yang notabene-nya ditandatangani oleh Megawati Soekarno Puteri selaku Presdien-nya.
Memang tidak ada keabadian dalam politik. Semua bisa berubah sesuai dengan tuntutan jaman. Mudah-mudahan komitment Megawati untuk melakukan penghahpusan sistem kerja kontrak dan outsourcing tersebut didasarkan pada ketulusan dan kejujuran bahwa sejatinya sistem kerja kontrak dan outsourcing tersebut benar-benar sangat merugikan kaum buruh oleh karenanya harus segera dihapuskan.
Semoga....!

Komnas HAM Minta Pemerintah Tinjau Ulang Pengiriman TKI

Sumber : Hukum Online
17/06/09

Sebaiknya pengiriman TKI dihentikan dulu sebelum ada mekanisme yang jelas mengenai jaminan keamanan, keselamatan dan hak TKI di luar negeri.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ungkapan ini mungkin tepat dialamatkan kepada Siti Hajar, seorang Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia. Alih-alih mencari peruntungan di negara lain, gaji dan hak lainnya selama 34 bulan malah sempat tak dibayarkan. Parahnya lagi, sang majikan kerap menyiksa Siti Hajar dengan menyiramkan air panas ke sekujur tubuhnya.
Tak lama berselang, muncul lagi kisah duka TKI lain yang terungkap media massa. Nurul Widayanti, seorang TKI yang juga bekerja di Malaysia ditemukan meninggal di rumah majikannya. Dugaan sementara, ia mati karena bunuh diri.
Cerita Siti Hajar dan Nurul seolah kian memperpanjang kisah kelam para TKI di luar negeri. Tak jarang kita mendengar kabar beberapa TKI yang menjadi korban penyiksaan, pelecehan, pemerkosaan, pembunuhan atau bahkan terpaksa dideportasi karena dianggap ilegal. Namun tak sedikit juga kisah ‘sukses’ TKI yang berhasil meningkatkan kesejahteraannya sepulang dari luar negeri.
Banyaknya kasus pelanggaran hak TKI yang bernuansa HAM tampaknya membuat Komnas HAM harus kerja keras. Betapa tidak, sepanjang 2008 saja Komnas HAM mencatat 169 aduan kasus terkait pelanggaran hak-hak TKI. “Saya yakin jumlah kasus yang sebenarnya lebih besar lagi. Tapi mungkin karena faktor geografis, banyak TKI maupun keluarganya yang tak mengadu ke Komnas HAM,” kata Komisiner Komnas HAM, Nurkholis kepada wartawan, Selasa (16/6).
Komnas HAM, lanjut Nurkholis, tak berusaha menyelesaikan sendiri semua aduan itu. Melainkan ‘membaginya’ dengan instansi lain seperti kepolisian maupun Departemen Luar Negeri. “Sayangnya, hanya 30 persen yang ada kabar hasil penyelesaian itu kepada kami. Penyelesaiannya macam-macam. Seperti pembayaran upah dan hak lainnya dan pemulangan TKI ke daerah asalnya.”
Meski beberapa kasus TKI bisa diselesaikan, Komnas HAM belum berpuas diri. Sebaliknya justru makin merasa bingung dengan kebijakan pemerintah dalam melindungi TKI di luar negeri. “Jika pemerintah sudah menyerah dalam melindungi TKI, sebaiknya patut dipertimbangkan kebijakan untuk menghentikan sementara pengiriman TKI. Setidaknya sampai pemerintah mampu menjamin rasa aman, kenyamanan dan hak-hak TKI,” Nurkholis mendesak.
Sebelumnya, usulan penghentian sementara pengiriman TKI –lebih spesifik yang bekerja di sektor rumah tangga (PRT)- ke luar negeri dilontarkan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Jumhur Hidayat. “Maraknya kekerasan terhadap pekerja rumah tangga ini disebabkan karena sifat kerjanya yang tertutup, pola hubungan yang subyektif, dan profesi PLRT di banyak negara termasuk Malaysia, tidak dilindungi Undang-Undang Tenaga Kerja setempat,” kata Jumhur sebagaimana dikutip dari situs bnp2tki.go.id.

Revisi UU

Di tempat yang sama, Hesti Armiwulan, komisioner Komnas HAM yang lain menuding UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI sebagai salah satu penyebab maraknya pelanggaran hak TKI. “Semangat Undang-Undangnya masih lebih mengedepankan industrialisasi TKI. Bukan bagaimana melindungi dan menegakkan hak asasi para buruh migran.”
Oleh karena itu, sambung Hesti, salah satu rekomendasi yang bisa ditawarkan Komnas HAM adalah merevisi UU 39/2004 dengan melandaskan pada semangat penegakkan HAM bagi TKI. “Kalau berlandaskan HAM, tak ada masalah apakah buruh migrannya itu legal atau ilegal,” kata Anis lewat telepon, Selasa (16/6).
Senada dengan Hesti, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menyatakan paradigma UU 39/2004 masih menempatkan TKI sebagai aset ekonomi. “Bukan sebagai manusia yang punya hak untuk dilindungi karena rentan terhadap berbagai masalah.”
Lebih jauh Anis berharap revisi UU 39/2004 juga memasukkan hak fundamental TKI seperti halnya hak normatif buruh yang terdapat di UU Ketenagakerjaan. Hak itu meliputi hak mendapatkan upah layak, hak berlibur, dan kebebasan berserikat.
Agar lebih bertaji, Anis mengusulkan agar revisi UU juga mengatur mengenai sanksi pidana bagi pelanggar hak TKI. “Undang-Undang yang sekarang sanksinya lemah. Cuma administratif, bukan pidana. Padahal negara berkewajiban memberi perlindungan terhadap TKI.”

6.04.2009

Kasus Prita, Pengadilan Terhadap Kebebasan Berpendapat

Kamis, 4 Juni 2009 | 20:49 WIB
Sumber : Kompas.com
Oleh Muhammad Razi Rahman
Kasus yang menimpa Prita Mulyasari (32) bisa jadi merupakan salah satu peristiwa penting yang menjadi tonggak sejarah dalam lembaran perjalanan penegakan salah satu hak asasi manusia, yaitu kebebasan berpendapat.
"Ya, saya melihat bahwa hak kebebasan menyampaikan pendapat ibu Prita sedang diadili," kata Komisioner Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan, Nur Kholis, kepada Antara di Jakarta, Rabu (3/6).
Nur Kholis menuturkan hal tersebut ketika ditanya apakah terdapat indikasi pelanggaran HAM dalam kasus pidana tentang pencemaran nama baik yang dilancarkan RS Omni Internasional kepada Prita.
Kasus Prita berawal ketika Prita pada 15 Agustus 2008 menuliskan keluhan dalam surat elektronik (email) kepada kalangan terbatas tentang pelayanan RS Omni Internasional di Tangerang.
Namun, isi dari surat elektronik tersebut tersebar ke sejumlah milis sehingga RS Omni mengambil langkah hukum.
Dalam gugatan perdata, Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan pihak RS Omni sehingga Prita menyatakan banding.
Sedangkan kasus pidananya mulai digelar pada PN Tangerang pada Kamis (4/6). Prita dalam kasus tersebut dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik serta Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ancaman hukuman yang terdapat dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE adalah enam tahun penjara. Dengan alasan tersebut, pihak kejaksaan menahan Prita di LP Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009.
Setelah mendapat dukungan antara lain dari ribuan pengguna internet, derasnya pemberitaan dari berbagai media massa, dan juga perhatian dari berbagai pejabat tinggi Indonesia, status Prita akhirnya diubah dari tahanan rutan menjadi tahanan kota.
Nur Kholis menegaskan, tidak layak bila seseorang yang menuliskan surat keluhan lalu mendapat ancaman hukuman hingga enam tahun penjara. "Itu adalah hal yang berlebihan," katanya.
Senada dengan Nur Kholis, Direktur Eksekutif LSM Indonesia Resources Legal Center (ILRC) Uli Parulian Sihombing pada Selasa (2/6) mengatakan, pemidanaan kasus pencemaran nama baik itu adalah tindakan yang sangat berlebihan. "Sangat berlebihan bila sampai harus dipidanakan," kata Uli.
Menurut Uli, penyampaian keluhan dari Prita terhadap pelayanan RS Omni seharusnya merupakan bagian dari kebebasan dalam berekspresi dan menyampaikan pendapat yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sosial dan politik, antara lain menetapkan hak orang untuk menyampaikan pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyampaikan pendapat (Pasal 19).
Selain itu, Uli berpendapat bahwa Prita yang dijerat secara pidana dengan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akan sukar dibuktikan oleh pihak pengadilan.
"Pengadilan harus benar-benar bisa membuktikan bahwa Prita memiliki unsur kesengajaan untuk mempunyai niat yang jahat terhadap pihak yang dirugikan," katanya.
Nur Kholis mengemukakan, pihaknya juga akan mendalami apakah tepat atau tidak Prita dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE tersebut.
Pasal tambahan?
Masih berkaitan dengan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, terdapat dugaan bahwa pasal tersebut ditambahkan oleh pihak kejaksaan. Padahal, pada awalnya Prita hanya dijerat dengan pasal 310 dan 311 KUHP.
Namun, kejaksaan membantah telah memasukkan pasal dari UU ITE ke dalam berkas Prita Mulyasari, yang digugat dalam pencemaran nama baik oleh pihak RS Omni Internasional.
"Kejaksaan menerima penyerahan berkas tahap pertama (dari penyidik polisi), maka tugasnya jaksa untuk meneliti apa sudah lengkap atau tidak," kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Abdul Hakim Ritonga, di Jakarta, Rabu (3/6).
Ia menambahkan, menurut penelitian jaksa, kasus tersebut memenuhi unsur UU ITE, maka dalam pemberian petunjuk (P19) ke penyidik supaya ditambahkan UU ITE.
Dasar penahanan itu sendiri, lanjutnya, terkait dengan ancaman maksimal kurungan selama enam tahun seperti yang tertuang dalam Pasal 27 jo Pasal 45 UU ITE.
Jaksa Agung Hendarman Supandji sendiri sudah memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengkajian (eksaminasi) jaksa yang menangani perkara tersebut baik di Kejaksaan Tinggi Banten maupun Kejaksaan Negeri Tangerang.
Eksaminasi tersebut akan memeriksa semua pihak yang terlibat dalam proses penanganan perkara tersebut. Hasil dari eksaminasi diperkirakan akan selesai pada Kamis (4/6) ini.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira mengatakan, penyidik kepolisian tidak pernah menahan Prita Mulyasari.
"Kendati ancaman hukuman dia, enam tahun penjara, namun penyidik kepolisian tidak menahannya selama proses penyidikan," katanya di Jakarta, Rabu (3/6).
Ia mengatakan, penahanan tersangka justru dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Tangerang setelah pihak kepolisian melimpahkan berkas dan tersangka ke jaksa penuntut umum.
Enggan berpendapat
Peristiwa yang menimpa Prita Mulyasari juga mendapat simpati dari banyak orang. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa kasus tersebut bisa membuat warga enggan berpendapat atau menyampaikan unek-uneknya di jaringan dunia maya (internet).
"Kasus itu bisa membuat orang takut untuk menulis di internet," kata Lulu Fitri (32), pegawai penerbitan yang kantornya terletak di Lebak Bulus.
Menurut Lulu, kasus tersebut menunjukkan bahwa pihak yang lebih banyak memiliki sumber daya bisa membuat seseorang terpaksa mendekam di tahanan.
Padahal, ujar dia, Prita itu sendiri hanyalah ibu rumah tangga yang memiliki dua orang anak yang masih kecil.
Senada dengan Lulu, warga lainnya, Rahman (28) mengatakan, kasus tersebut bisa berdampak negatif, yakni membuat orang enggan untuk mengeluh atau mengkritik.
Sementara itu, karyawan biro iklan di Menteng, Fajar Zikri (31) berpendapat, seharusnya pihak RS Omni cukup bereaksi dengan menggunakan hak jawab.
Sedangkan seorang ibu rumah tangga, Mira Wibawa (34) menuturkan, wajar saja bila seseorang mengeluhkan pelayanan yang diterimanya di milis internet. "Kalau ada yang tidak beres, maka wajar bila orang mengeluh," katanya.
Ibu seorang anak itu mengaku bingung mengapa Lia Eden yang terkena kasus penodaan agama mendapat vonis dua tahun enam bulan tetapi Prita Mulyasari yang hanya menulis surat keluhan bisa diancam enam tahun.
Prita memang telah keluar dari rumah tahanan karena statusnya telah berubah menjadi tahanan kota. Tetapi, kasus yang menimpanya masih akan disidangkan dalam pengadilan yang dianggap sejumlah orang sebagai pengadilan terhadap kebebasan berpendapat.

5.23.2009

Karyawan PT DA Tbk Digugat 99 Miliar.

Kamis, 16 April 2009 , 00:02:00
Sumber : Pikiran Rakyat Online

SUKABUMI, (PRLM).-Tiga orang dari ratusan karyawan PT DA Tbk di Jl. Babakan Parakan Lima, Kec. Cikembar, Kab.Sukabumi, Rabu (15/4) digugat pihak manajemen. Mereka dituntut karena diduga telah melakukan pencemaran nama baik perusahaan. Para karyawan yang selama ini memperjuangan kejelasan nasibnya dituntut agar membayar ganti rugi sekitar Rp 99.229.690.560.
Para karyawan itu, terdiri dari Slamet Heryanto, Endro Listiantono dan Nanang Sholihin dituduh telah melakkan pencemaran nama baik perusahaan. Pencemaran itu dilakukan diberbagai media massa saat ratusan buruh melakukan aksi demo dihalaman PT DA Tbk.
Selain tiga karyawan, melalui kuasa hukum penggugat PT DA Tbk, M Fajriska Mirza, SH rekan, perusahaan juga menuntut Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kab. Sukabumi, Moch. Popon. Ketua DPC SPSI itu, dituduh telah turut serta melakukan pencemaran nama baik
Sebagai perusahaan go public, PT DA Tbk menuding keempat tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang sangat merugikan penggugat secara material maupun moril.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cibadak kali ini tidak dihadiri pihak manajemen perusahaan. Sidang yang hanya berlangsung kurang dari sepuluh menit sempat membuat kecewa ratusan karyawan.
Padahal ketika tiga dari empat para karyawan itu, didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Hanita SH Dkk masuk keruangan sidang, mereka sempat berharap pihak manajemen hadir. Namun setelah ditunggu-tunggu tidak ada kabar, akhirnya persidangan gugatan diundur hingga, Rabu (6/5) mendatang (A-162/A-50)***

PRESS RELEASE : DPC KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA (SPSI) KAB. SUKABUMI DALAM RANGKA PERINGATAN HARI BURUH SEDUNIA (MAY DAY) 2009

Peringatan Hari Buruh Se-dunia tahun ini menyisakan rasa keprihatinan sekaligus kepedihan bagi buruh Sukabumi. Disamping masalah-masalah klasik yang masih saja terjadi dan terus terulang di Kabupaten Sukabumi seperti pelanggaran hak-hak normative buruh, hal lain yang mengundang keprihatinan buruh Sukabumi dan jaringan buruh nasional dan internasional adalah terinjak-injaknya kebebasan berserikat dan berpendapat mengemukakan pikiran baik lisan maupun tulisan sebagaimana dijamin dalam Konvensi ILO, Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dan UUD 1945 yang kemudian dipertegas dalam UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kaitannya dengan peringatan Hari Buruh Sedunia (May Day) tahun ini, Dewan Pimpinan Cabang Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPC K-SPSI) Kabupaten Sukabumi merasa perlu menyampaikan penyikapan terhadap masalah-masalah sebagai berikut :
1. MASALAH KASUS BURUH PT. DAVOMAS ABADI TBK - SUKABUMI
Peristiwa yang dialami oleh buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi jelas mempertontonkan kepada public tentang penindasan yang dialami oleh kaum buruh di Sukabumi dimana hak-hak normative buruh berupa upah selama 3 (tiga) bulan sampai hari ini belum dibayarkan, hak pesangon buruh yang sudah melalui proses peradilan yang ‘jelimet’ dan telah keluar putusan kasasi MA serta telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht) sampai hari ini belum dibayarkan oleh pengusaha. Proses peradilan yang cepat, sederhana dan biaya murah yang semestinya diterapkan dalam setiap proses peradilan TERNYATA TIDAK BERLAKU BAGI KAUM BURUH.
Sementara ketika buruh menuntut hak dan menyuarakan keadilan, direkayasa menjadi upaya kriminalisasi yang berujung pada digugatnya buruh ke pengadilan dan dilaporkannya buruh pada aparat kepolisian. Dan kita belum tahu apakah aparat penegak hukum cepat respons atau tidak untuk menindaklanjuti keinginan pengusaha? Atau sama saja berbelit-belit dan tidak greget-nya sikap pengadilan ketika menghadapi buruh?
Hukum dan pengadilan yang diharapkan sebagai tempat bersandarnya perjuangan keadilan bagi buruh ternyata belum berpihak pada buruh. Terbukti dengan semakin tidak jelasnya eksekusi putusan MA yang jelas-jelas telah memenangkan buruh yang sampai hari ini digantung begitu saja sehingga semakin membuat ketidakpastian bagi buruh.
Dari kasus PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi sangat terlihat semakin tidak jelasnya posisi pemerintah sebagai pengambil kebijakan bahkan pemerintah cenderung lemah dan tidak berdaya. Dimana bukan hanya buruh yang telah diinjak-injak oleh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi tapi pemerintah juga mulai dari camat, kepala dinas, bupati, Direktur PPHI Depnakertrans RI, Komisi IX dan lainnya telah dilecehkan oleh perusahaan.
Tapi persoalannya, pemerintah pun tidak pernah berani bertindak tindak dan berani untuk menjaga harga diri dan martabatnya ketika sudah dilecehkan oleh pengusaha.
2. MASALAH SISTEM KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCING.
Dimana implementasi sistem kerja kontrak/perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT dan outsorcing yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi sudah tidak sesuai dan sudah keluar dari koridor ketentuan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebagaimana diketahui sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 bahwa sistem kerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu hanya bisa diberlakukan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu yaitu : pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun, pekerjaan yang bersifat musiman dan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Dan sistem kerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu itu sebagaimana diatur dalam ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 hanya bisa diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Tapi apa yang terjadi dilapangan? Hampir seluruh perusahaan terutama sektor garment dan elektronik yang menyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Sukabumi hampir semuanya memberlakukan sistem kerja kontrak atau memberlakukan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) terhadap semua pekerja, bukan hanya terhadap pekerjaan tertentu yang diatur dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 sebagaimana dimaksud diatas tapi hampir terhadap semua jenis pekerjaan yang dijalankan oleh perusahaan.
Sehingga pekerja selamanya bekerja dengan status sebagai pekerja kontrak walaupun mereka bekerja puluhan tahun, dan ketika hubungan kerja putus tidak mendapat pesangon karena statusnya sebagai pekerja kontrak. Dan kondisi tersebut seakan terus dibiarkan tanpa pernah diambil tindakan penegakan hukum yang tegas, padahal sangat jelas bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran yang harus diproses secara hukum. Pembiaran terhadap kondisi tersebut akhirnya memposisikan pekerja dalam posisi yang tidak berdaya dan terus dirugikan.
Kondisi diatas diperparah lagi dengan pemberlakuan outsourcing atau pemborongan pekerjaan yang juga memberlakukan sistem kerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) di beberapa sektor usaha tertentu yang implementasinya sangat merugikan pihak pekerja/buruh. Dimana realitasnya pemberlakukan PKWT pada perusahaan ourtourcing atau perusahaan jasa pekerja/buruh ini tingkat kesejahteraannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan pekerja/buruh pada perusahaan pemberi pekerjaan.
Dan yang menyedihkan lagi banyak pekerja yang bekerja bertahun-tahun bahkan puluhan tahun tanpa pernah putus atau berhenti di lokasi pekerjaan yang sama tapi statusnya tetap saja sebagai karyawan kontrak, karena perusahaan outsourcing-nya selalu berganti-ganti perusahaan sementara obyek pekerjaan, lokasi pekerjaan dan perusahaan pemberi pekerjaannya sama.
Sehingga pemberlakuan outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan yang seharusnya dimaksudkan untuk melakukan perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan cara memperkecil rentang kendali manajemen sehingga lebih efektif, efesien dan produktif tapi kenyataan di lapangan sudah dimanipulasi sedemikian rupa untuk bisa menggunakan tenaga kerja/buruh murah dan pengusaha bisa menghindar dari kewajiban memberikan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja karena tanggungjawab tersebut diserahkan kepada pihak lain yang menjadi mitra perusahaan pemberi pekerjaan.
SEKALI LAGI IMPLEMENTASI SISTEM KERJA KONTRAK/PKWT DAN OUTSOURCING YANG ADA DI KABUPATEN SUKABUMI SUDAH TIDAK SESUAI DAN SUDAH BANYAK YANG KELUAR DARI KORIDOR KETENTUAN UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.
Dan pada tataran yang lebih luas, system kerja kontrak dan outsourcing sangat merugikan kaum buruh. Tapi celakanya, pemerintahan terus berganti tapi tidak ada satupun pejabat negara dan kepala pemerintahan yang pro-buruh. Yang ada hanya pemerintahan yang mengabaikan hak-hak dan perlindungan buruh yaitu dengan MELANGGENGKAN SISTEM KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCING.
3. MASALAH PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN
Tenaga kerja perempuan menempati proporsi terbesar dalam komposisi tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi khususnya pada sektor industri padat karya yang didominasi industri garment dan elektronik.
Mengingat proporsi pekerja perempuan yang besar tersebut maka perlu ada upaya yang serius dari pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap pekerja perempuan. Upaya perlindungan pekerja perempuan tersebut perlu dilakukan baik dalam lingkungan perusahaan itu sendiri maupun diluar perusahaan khususnya bagi pekerja perempuan yang melakukan pekerjaan pada malam hari.
Sudah menjadi pemandangan rutin di beberapa tempat atau sentra industri banyak pekerja perempuan yang baru pulang kerja ‘tercecer’ di keremangan malam karena menunggu lama kendaraan umum. Masih mending kalau lokasi perusahaannya pinggir jalan raya yang dilalui kendaraan umum, tapi yang memprihatinkan sebagian lokasi perusahaan ada yang jauh dari jalan raya yang dilalui kendaraan umum. Sehingga bagi pekerja perempuan yang berangkat kerja atau pulang kerja larut malam sangat membahayakan bagi keselamatan pekerja perempuan itu sendiri.
Begitu juga diperlukan perlindungan pekerja perempuan sebagai akibat dari adanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha melalui pemenuhan hak cuti haid, cuti melahirkan, tidak masuk kerja karena sakit dan sejenisnya, mengingat masih adanya perusahaan yang belum memenuhi hak tersebut. Bahkan ada beberapa kasus pekerja perempuan yang meminta hak cuti melahirkan tapi upah selama cuti melahirkannya tidak dibayar atau hanya dibayar sebagian.
Kondisi tersebut apabila terus dibiarkan akan semakin menambah panjang deret penderitaan pekerja perempuan, dan dikhawatirkan nantinya akan menimbulkan assumsi bahwa banyaknya perusahaan yang memerlukan pekerja perempuan bukan semata-mata karena tuntutan bidang pekerjaan yang memang tepat dilakukan oleh perempuan tapi karena tenaga kerja perempuan dianggap lemah dan mudah ditindas.
4. MASALAH PEMBINAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING
Menjamurnya invertor asing di Kabupaten Sukabumi memberikan konsekuensi logis pada banyaknya berdatangan tenaga kerja asing di daerah ini. Penggunaan tenaga kerja asing semestinya dimaksudkan untuk melakukan transfer of knowledge dan transfer of technology mengingat terbatasnya sumber daya manusia local yang berkemampuan untuk itu. Dan tenaga kerja asing semestinya hanya mengisi jabatan-jabatan tertentu yang tidak bisa diisi dengan tenaga kerja local mengingat kemampuannya yang belum sepadan dengan tenaga kerja asing yang dibutuhkan tersebut. Sementara keberadaan tenaga-tenaga kerja asing itu sebenarnya tidak lebih hebat dari tenaga kerja local atau pribumi.
Tapi apa yang terjadi di Sukabumi, penggunaan tenaga kerja asing tidak lagi dimaksudkan untuk transfer of knowledge dan transfer of technology tapi bisa mengisi semua posisi dan jabatan yang sebenarnya bisa diisi oleh putera-puteri daerah yang berkwalitas. Dan penggunaan tenaga kerja asing itu dibiarkan terus tanpa ada upaya pembinaan sehingga sangat merugikan bagi keberadaaan buruh di Sukabumi.
Belum lagi dengan keberadaan tenaga kerja asing yang tidak dibekali dengan pemahaman budaya lokal dan budaya indonesia pada umumnya dan juga tidak dibekali dengan PEMAHAMAN HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA sehingga membuat mereka bertindak seenaknya sendiri dan merendahkan martabat buruh Sukabumi.
Dan lucunya lagi pemerintah daerah seakan mengalami penyakit ‘inferior complex’ atau rasa kagok, rasa gak enak, rasa sungkan dan rasa minder untuk membina orang asing atau mungkin disebabkan karena pemerintah daerah hanya butuh PAD-nya saja dari orang asing sehingga tidak merasa perlu untuk membina dan mengawasinya.
Kondisi tersebut berimplikasi negative pada terciptanya jurang pemisah antara tenaga kerja asing dengan buruh lokal. Dimana tenaga kerja asing dianggap tidak pernah dinyatakan bersalah walaupun melakukan kesalahan oleh perusahaan, tenaga kerja asing dianggap juragan besar yang harus dihormati sementara buruh lokal dianggap inhlander atau anjing pribumi yang bisa diinjak-injak dan ditunjuk-tunjuk atau diperintah walaupun dengan menggunakan kaki sang juragan. Tenaga kerja asing berantem di pabrik dibiarkan begitu saja karena kebal akan hukum, sementara buruh lokal berteriak keras saja di pabrik langsung dikeluarkan tanpa diberikan pesangon. Dan kita juga tidak tahu persis apakah semua tenaga kerja asing itu mempunyai visa kerja atau hanya menggunakan visa turis yang disalahgunakan untuk bekerja?
Ini jelas sebuah ironi yang menyinggung martabat kita sebagai bangsa, yang merendahkan harga diri kita sebagai masyarakat yang berdaulat, dan melecehkan nilai-nilai kemanusiaan kita, buruh kita yang semestinya berlaku secara universal.
5. MASALAH JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA (JAMSOSTEK)
Setiap tenaga kerja dan keluarganya berhak atas jaminan sosial tenaga kerja (sebagaimana diatur dalam Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 3 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek).
Dimana ketentuan diatas dipertegas dengan PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) bahwa PENGUSAHA YANG MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA SEBANYAK 10 (SEPULUH) ORANG ATAU LEBIH, ATAU MEMBAYAR UPAH PALING SEDIKIT RP. 1000.000,- (SATU JUTA RUPIAH) SEBULAN, WAJIB MENGIKUTSERTAKAN TENAGA KERJANYA DALAM PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.
Dimana program jamsostek itu sendiri terdiri dari : Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Ketentuan sebagaimana dimaksud diatas belum sepenuhnya diterapkan di Kabupaten Sukabumi atau dengan kata lain belum semua perusahaan mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK) dengan beberapa klasifikasi sebagai berikut :
- Masih ada perusahaan yang sama sekali belum mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam Program Jamsostek.
- Masih ada perusahaan yang baru mengikutsertakan sebagian tenaga kerjanya dalam Program Jamsostek (PDS TK).
- Masih ada perusahaan yang mengikutsertakan tenaga kerjanya menjadi peserta jamsostek tapi pelaporan upahnya dibawah upah yang seharusnya dibayarkan (PDS UPAH). 081218525744
- Masih ada perusahaan yang baru mengikutsertakan tenaga kerjanya menjadi peserta jamsostek tapi hanya jaminan kecelakaan kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT), sedangkan tapi belum diikutsertakan dalam Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ---- (PDS PROGRAM).
Mengingat Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) merupakan hak dasar bagi setiap pekerja, maka sudah menjadi kewajiban setiap perusahaan untuk mengikutsertakan pekerjanya dalam program jamsostek tanpa ada kecuali sesuai yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, DENGAN CATATAN BAHWA KWALITAS KINERJA PELAYANAN DARI PT. JAMSOSTEK (PERSERO) JUGA SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA HARUS TERUS DITINGKATKAN.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan program jamsostek ini adalah perilaku sebagin aparat Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk atau bermitra dengan PT. JAMSOSTEK (Persero), baik itu klinik, puskesmas dan rumah sakit rujukan yang masih ada bertindak diskriminatif terhadap tenaga kerja yang berobat atau menjadi pasien di tempat-tempat yang disebutkan datas.
Masih adanya anggapan dari sebagian aparat pelaksana pelayanan kesehatan yang menganggap bahwa pasien yang menjadi peserta jamsostek dianggap atau disamakan dengan pasien ASKESKIN, sangat merugikan bagi tenaga kerja peserta jamsostek yang berobat di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
Padahal semestinya kalau berpegang pada prinsif layanan publik, pasien pemegang kartu ASKESKIN yang diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah saja tidak boleh diperlakukan diskriminatif apalagi terhadap peserta jamsostek yang jelas-jelas membayar melalui iuran program jamsostek jelas sangat tidak adil kalau diperlakukan diskriminatif.
5. MASALAH BANYAKNYA KELEBIHAN JAM KERJA YANG TIDAK DIBAYAR LEMBUR/SKORSING
Seperti dijelaskan dalam ketentuan Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003 bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan jam kerja selama 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Maka berdasarkan ketentuan diatas, kelebihan jam kerja dari apa yang diatur tersebut harus dibayar sebagai upah kerja lembur.
Tapi kenyataan yang ada dilapangan, khususnya perusahaan yang mempekerjakan pekerja yang didominasi pekerja perempuan seperti perusahaan garment dan elektronik masih ditemukan kasus kelebihan jam kerja tetapi tidak dibayar upah kerja lemburnya. Perusahaan selalu berdalih tidak memberikan upah kerja lembur karena target belum tercapai.
Padahal dalam ketentuan UU Ketenagakerjaan tidak ada pengecualian untuk membebaskan pengusaha membayar kewajiban upah kerja lembur apabila mempekerjakan pekerja melebihi jam kerja yang ditentukan.
Kondisi tersebut jelas sangat merugikan pekerja dan itu jelas-jelas merupakan tindakan eksploitasi terhadap pekerja apalagi yang menjadi korbannya kebanyakan pekerja perempuan. Dan pembiaran terhadap kondisi tersebut, akan semakin melanggengkan penindasan terhadap kaum pekerja/buruh.
6. MASALAH MASIH ADANYA PERUSAHAAN YANG MEMBAYAR UPAH DIBAWAH UPAH MINIMUM
Upah yang ada di Kabupaten Sukabumi relatif lebih rendah dibandingkan kabupaten/kota lain. Sikap pekerja yang bisa menerima keberadaan upah minimum Kabupaten Sukabumi yang relatif rendah tersebut semestinya dihargai sebagai upaya dukungan terhadap pemerintah daerah yang masih memerlukan banyak investasi dan menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya mengingat tingkat pengangguran yang masih tinggi.
Karena kalau diakui secara jujur, daya tarik investasi di Kabupaten Sukabumi lebih banyak ditentukan karena besaran upah yang relatif rendah dan kondisi hubungan industrial yang relatif kondusif dibandingkan dengan kabupaten/kotalain. Sementara daya tarik investasi lain diluar upah nyaris tidak ada, apalagi dengan kondisi infrastruktur yang amburadul dan birokrasi perijinan juga tidaklah lebih baik dibandingkan dengan daerah lain.
Disamping itu juga masih tingginya biaya siluman (invisible cost) yang berimplikasi pada ekonomi biaya tinggi serta masalah lain yang masih menjadi penghambat investasi.
Jadi sangat jelas, mengalirnya investasi lebih banyak ditentukan upah yang relatif masih rendah dan sikap buruh/pekerja yang ‘familiar’ atau kondisi hubungan industrial yang kondusif. Dan, berangkat dari kondisi tersebut mestinya pemerintah daerag terhadap buruh dengan cara melindungi dan memperhatikan nasib kaum pekerja/buruh di Kabupaten Sukabumi.
TAPI PERSOALANNYA, DENGAN UPAH YANG RELATIF RENDAH TERSEBUT MASIH ADA SAJA PERUSAHAAN YANG MEMBAYAR UPAH DIBAWAH UPAH MINIMUM (KHSUSUSNYA UPAH MINIMUM SEKTORAL YANG BERLAKU DI KAB. SUKABUMI), DAN TERHADAP KONDISI TERSEBUT MASIH DILAKUKAN PEMBIARAN OLEH PEMERINTAH.
7. MASALAH LEMAHNYA KINERJA PENGAWAS KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN SUKABUMI.
Rentetan kasus dan pelanggaran hak-hak normative terhadap buruh serta sikap pembangkangan yang dilakukan oleh pengusaha tidak terlepas dari lemahnya kinerja pengawasan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi.
Pelanggaran hak-hak normative buruh terus dibiarkan sehingga menjadi ‘endemik’ yang susah untuk dihentikan. Pelanggaran hak-hak normative buruh dianggap sebuah kewajaran tanpa ada tindakan hukum yang dilakukan. Sementara kalau buruh sedikit saja melakukan kesalahan langsung divonis dan tidak alasan untuk membangkang karena melawanpun dengan upaya hukum hasilnya nasib semakin tidak jelas jeluntrungannya karena harus menunggu proses hukum yang jelimet dan tidak berpihak pada buruh.
Disamping terbatasnya personil dan belum maksimalnya peran pengawas ketenagakerjaan yang menjadi salah satu factor penyebab rendahnya kinerja pengawasan, juga diperparah lagi dengan perilaku oknum pengawas yang menyimpang. Sehingga dampaknya jelas sangat merugikan pekerja dan mendistorsi sistem dan pembinaan ketenagakerjaan yang ada di Kabupaten Sukabumi.
Perilaku pengawas ketenagakerjaan yang menyimpang tersebut harus segera ditertibkan karena membuat sistem kenegakerjaan menjadi carut-marut dan untuk jangka menengah dan jangka panjang bisa menjadi ‘gunung es’ yang pada saat cair bisa menimbulkan instabilitas dalam hubungan industrial di Kabupaten Sukabumi.
Pelanggaran yang terjadi yang semestinya ditindak tegas tapi terus dibiarkan karena kinerja pengawas ketenagakerjaan yang buruk tersebut, dan juga akibat tidak efektifnya PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang diberi kewenangan oleh UU No. 13 Tahun 2003 untuk melakukan penegakan hukum dibidang ketenagakerjaan tidak pernah menjalankan fungsinya secara efektif bahkan nyaris tidak pernah dijalankan dalam pelanggaran ketenagakerjaan di Kabupaten Sukabumi. Maka tidaklah heran kalau pelanggaran hukum yang paling banyak bisa dipastikan merupakan pelanggaran hukum ketenagakerjaan, dan penegakan hukum yang paling minim juga bisa dipastikan adalah penegakan hukum dibidang hukum ketenagakerjaan.
Begitu juga dengan upaya-upaya supervise berupa kunjungan-kunjungan kerja yang dilakukan pejabat pemerintah daerah dan Anggota DPRD Kab. Sukabumi selama ini cenderung hanya bersifat formalitas dan tidak member efek apapun terhadap perbaikan penerapan hukum ketenagakerjaan di lapangan karena mereka hanya mengunjungi perusahaan-perusahaan besar saja yang relative penerapan aturannya sudah baik, dan lucunya yang dikunjunginya perusahaannya itu-itu juga. Sementara perusahaan-perusahaan yang tingkat pelanggarannya relative tinggi tidak pernah dikunjungi oleh pejabat daerah dan Anggota DPRD. Lucu kan…?
8. MASALAH MENGALIRNYA INVESTASI BARU KARENA UPAH BURUH MURAH. ikorbankan.
Kita memang patut bersyukur dengan mengalirnya investasi ke Kabupaten Sukabumi, karena mengalirnya investasi ke Kabupaten Sukabumi jelas merupakan berkah bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Dengan mengalirnya investasi tersebut selain bisa menciptakan lapangan kerja, menggerakkan roda ekonomi dan juga bisa mendatangkan pendapatan bagi pemerintah daerah berupa pajak dan retrebusi.
Selama ini mengalirnya investasi baru khususnya pada sektor padat karya seperti garment dan elektronik serta yang lainnya lebih didasarkan pada pertimbangan karena Kabupaten Sukabumi mempunyai daya tarik biaya buruh/pekerja atau upah (labour cost) yang rendah dibandingkan dengan daerah lain seperti JABODETABEK dan sekitarnya.
Kondisi tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan bagi pekerja dan serikat pekerja/serikat buruh yang ada di Kabupaten Sukabumi. Disatu sisi pekerja/buruh menuntut peningkatan kesejahteraan melalui kenaikan upah yang tinggi sementara pada sisi lain kita masih membutuhkan banyak investasi baru untuk menanggulangi tingkat pengangguran yang masih tinggi di daerah ini.
Disamping itu juga setiap kali disampaikan terhadap para pengusaha untuk menaikkan upah, mayoritas pengusaha selalu beralibi bisa menaikkkan upah asalkan biaya siluman (invisible cost) dihilangkan dan infrastruktur khususnya jalan harus segera dibenahi.
Sehingga upaya membuka kemudahan dalam kebijakan investasi harus dibarengi dengan upaya menekan biaya siluman, tindakan selektif dan hati-hati dalam menerima investasi dan juga perbaikan infrastruktur khususnya jalan yang kondisinya sekarang ini sangat memprihatinkan dan menimbulkan efek ekonomi biaya tinggi bagi pengusaha.
DISAMPING ITU JUGA KEBIJAKAN INVESTASI YANG DIBUAT OLEH PEMERINTAH DAERAH HARUS MEMBERIKAN JAWABAN TERHADAP TIDAK SEIMBANGNYA PROPORSI ANTARA TENAGA KERJA PEREMPUAN DENGAN TENAGA KERJA LAKI-LAKI. DALAM ARTIAN UPAYA MENARIK INVESTASI BARU INI HARUS LEBIH DIFOKUSKAN UNTUK BISA MENAMPUNG ATAU MENYERAP TENAGA KERJA LAKI-LAKI DIBANDINGKAN DENGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN, KARENA KONDISI SAAT INI JUMLAH PENGANGGURAN LEBIH BANYAK LAKI-LAKI DARIPADA PEREMPUAN.
UPAYA TERSEBUT PERLU DILAKUKAN KARENA APABILA TIDAK SEGERA DITANGGULANGI TIDAK SAJA AKAN MEMPENGARUHI KONDISI HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BISA MEMPENGARUHI KONDISI INVESTASI YANG KURANG KONDUSIF, TAPI UNTUK JANGKA MENENGAH DAN JANGKA PANJANG BISA MENIMBULKAN KERESAHAN SOSIAL (SOCIAL UNREST) DALAM ARTIAN YANG LEBIH LUAS.
Disamping itu, mengalirnya investasi harus diimbangi juga dengan peningkatan upah buruh yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak bagi buruh sebagaimana dijanjikan oleh Bupati Sukabumi dalam beberapa kesempatan.
Berdasarkan beberapa pemaparan diatas, kami merasa perlu untuk menyampaikan pernyataan sikap sebagi berikut :
1. Khusus untuk menyikapi kasus PT. Davomas Abadi Tbk –Sukabumi kami mendesak Bupati Sukabumi untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Segera mencabut izin usaha PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi sebagaimana yang dijanjikan bupati di beberapa media beberapa waktu lalu, karena sampai saat ini perusahaan tidak mempunyai itikad baik untuk memenuhi hak-hak buruh.
b. Segera melakukan komunikasi dengan pihak-pihak atau lembaga yang berkaitan dengan keberadaan perijinan PT. Davomas Abadi Tbk seperti Bapepam - LK dan Bursa Efek Indonesia mengingat selama ini PT. Davomas Abadi Tbk melakukan pengingkaran terhadao keberadaan pabriknya yang ada di Sukabumi.
c. Mendesak pemerintah daerah untuk segera menyediakan dana talangan untuk memenuhi hak-hak buruh khususnya buruh PT. Davomas Abadi Tbk yang selama 3 bulan ini upahnya belum dibayarkan oleh pengusaha. Tuntutan ini merasa perlu kami sampaikan agar pemerintah mempunyai greget dan sikap yang jelas serta keberpihakan terhadap buruh, mengingat selama ini pemerintah hanya bisa mengatakan ‘nanti kita bantu, nanti kita usahakan, nanti kita panggil … ini dan itu… sementara ketika hak-hak buruh diabaikan oleh pengusaha pemerintah tidak bisa melakukan apa-apa.
Dan menurut kami tuntutan itu sangat wajar, karena selama ini untuk masyarakat lain yang kurang beruntung saja pemerintah menyediakan dana triliyunan rupiah, masa untuk masyarakat produktif seperti buruh yang jelas-jelas berkontribusi buat negara tidak bisa dibantu oleh pemerintah.
2. Mendesak Kejaksaan Agung RI dan aparat terkait untuk melakukan pembekuan asset milik PT. Davomas Abadi Tbk dan melakukan cekal terhadap semua jajaran Komisaris dan Direksi PT. Davomas Abadi Tbk karena dikhawatirkan mereka melarikan diri keluar negeri sehingga tidak bisa memenuhi hak-hak buruh PT. Davomas Abadi Tbk – Sukabumi yang selama ini dibiarkan oleh PT. Davomas Abadi Tbk.
3. Mendesak aparat penegak hukum untuk segera menyita dan mengamankan asset-asset PT. Davomas Abadi Tbk yang ada di Sukabumi mengingat keberadaan asset itu sangat diperlukan sebagai jaminan untuk memenuhi hak-hak buruh termasuk untuk memenuhi pesangon buruh yang telah dimenangkan dalam putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang sampai saat ini belum dibayarkan oleh PT. Davomas Abadi Tbk.
4. Mendesak pemerintah daerah untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang memberlakukan sistek kerja kontrak/PKWT dan outsourcing tetapi menyimpang atau menyalahi ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan
Dan ke depan kami menginginkan sistem kerja kontrak dan outsourcing ini dihapuskan dari Undang-Undang Ketenagakerjaan. Karena keberadaanya tidak saja menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja, tapi juga memberikan implikasi luas yang menyebabkan pekerja menjadi tidak berdaya dan tidak mempunyai posisi tawar dihadapan pengusaha karena hak dasarnya untuk berserikat sulit untuk diimplementasikan karena setiap waktu dihantui ketakutan diakhirnya masa kontrak oleh pihak pengusaha.
5. Mendesak pemerintah daerah untuk segera menindak tegas perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya menjadi PESERTA JAMSOSTEK. Karena JAMSOSTEK merupakan hak dasar bagi setiap pekerja, merupakan kewajiban hukum bagi setiap pengusaha untuk memenuhinya. Sehingga terhadap mereka yang tidak menjalankan kewajiban tersebut harus segera diambil tindakan tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
6. Mendesak pemerintah daerah untuk menindak tegas perusahaan yang mempekerjakan pekerja melebihi jam kerja yang ditentukan tapi tidak mau membayar upah kerja lemburnya.
7. Mendesak pemerintah daerah untuk menindak tegas pengusaha/perusahaan yang membayar upah pekerja dibawah upah minimum kabupaten dan/atau upah minimum sektoral yang berlaku di Kabupaten Sukabumi.
8. Mendesak pemerintah daerah untuk serius melakukan upaya-upaya sistematis dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan, mengingat pekerja perempuan menempati proporsi terbesar dalam komposisi tenaga kerja yang ada di Kabupaten Sukabumi. Dan, pemerintah juga harus segera menindak perusahaan yang tidak menyediakan angkutan bagi pekerja yang dipekerjakan pada malam hari, karena kalau tidak disediakan angkutan bagi pekerja yang melakukan pekerjaan pada malam hari khsususnya bagi pekerja perempuan dikhawatirkan akan mengganggu keselematan bagi pekerja itu sendiri.
9. Mendesak pemerintah daerah untuk segera meningkatkan kinerja pengawas ketenagakerjaan yang ada di Kabupaten Sukabumi dengan cara meningkatkan kwalitas kinerja, menambah personil karena keberadaanya yang masih sedikit, mengefektifkan peran penindakan atau PPNS dalam ketenagakerjaan serta menertibkan oknum pengawas ketenagakerjaan yang dinilai menyimpang.
10. Mendesak pemerintah daerah untuk lebih serius melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keberadaan tenaga kerja asing yang ada di Kabupaten Sukabumi.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua. Amien...

Sukabumi, 30 April 2009
Biro Humas dan Komunikasi Media
DPC K-SPSI KABUPATEN SUKABUMI
K e t u a,


DADENG NAZARUDIN

2.25.2009

KARENA PERWAKILAN PENGUSAHA PT. DAVOMAS ABADI TBK AROGAN, PERTEMUAN BERAKHIR RICUH

Sukabumi, 25 Februari 2009

Udah Minta Tolong Difasilitasi, Ekh... Malah Nge-dikte...!

Pihak perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk Sukabumi memang kebangetan. Bagaimana tidak, pihak pengusaha yang sudah minta tolong pihak pemerintah (dalam hal ini Disnakertrans Kab. Sukabumi) untuk memfasilitasi malah bertindak arogan dan semaunya sendiri.
Disatu sisi pihak perusahaan menginginkan pertemuan bipartit dengan meminta bantuan pemerintah untuk meminjam tempat Kantor Disnakertrans Kabupaten Sukabumi yang beralamat di Jalan Pelabuhan II untuk membicarakan permasalahan karyawan yang dilarang masuk kerja karena belum tanda tangan yang dipaksakan secara sepihak oleh pihak perusahaan. Tapi anehnya pertemuan bipartit itu ingin melibatkan pihak Disnakertrans Kab. Sukabumi dan meminjam tempat Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi.
Aroma tidak enak sudah tercium ketika rombongan karyawan mulai memasuki ruangan yang telah disediakan dan banyak wartawan baik media cetak maupun elektronik mengambil gambar di dalam ruangan.
Dengan gayanya yang angkuh, pihak PT. Davomas Abadi Tbk yang saat itu diwakili oleh Zanibar Edi, SH mulai mendikte pihak Disnakertrans Kab. Sukabumi yaitu Bapak Edi Supriadi agar mengusir wartawan yang sedang mengambil gambar untuk keluar ruangan.
Kontan, tindakan pihak perusahaan itu mendapat protes dari karyawan karena Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi merupakan tempat layanan publik yang boleh diakses siapapun termasuk oleh wartawan yang sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya. Dan karyawan berasumsi kenapa pihak manajemen mau menggunakan sarana pemerintah yang dibiayai rakyat seperti Kantor Disnakertrans kalo melarang pihak wartawan meliput, kenapa pertemuannya tidak dilaksanakan di pabrik atau di perusahaan saja sehingga pihak perusahaan bisa melarang wartawan untuk meliput, atau melarang siapapun untuk memasuki lokasi perusahaan.
Ironisnya, pihak pengusaha yang sudah minta bantuan pihak Disnakertrans Kab. Sukabumi dan meminjam tempat Kantor Disnakertrans Kab. Sukabumi malah dengan angkuhnya mendikte sambil menunjuk-nunjuk pegawai Disnakertrans Kab. Sukabumi agar mengusir wartawan yang ada di ruangan sehingga memancing emosi banyak karyawan.
Karyawan semakin emosi, ketika pihak perusahaan meminta petugas Disnakertrans Kab. Sukabumi untuk mengusir wakil sekaligus kuasa karyawan yang diwakili oleh Pengurus DPC K-SPSI Kab. Sukabumi, padahal kehadiran pengurus DPC K-SPSI tersebut diminta baik lisan maupun tertulis oleh karyawan.
Akibatnya, tindakan arogan pihak perusahaan itu membuat suasana menjadi kisruh dan akhirnya pihak perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk yang diwakili oleh Zanibar Edi meninggalkan ruangan tanpa pamit.
Pertemuan tersebut sebenarnya untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi di PT. Davomas Abadi Tbk - Sukabumi antara pihak pengusaha dan karyawan. Seperti telah diberitakan beberapa media sebelumnya baik media cetak maupun elektronik, pihak perusahaan melarang masuk kerja karyawan yang tidak mau tanda tangan surat pernyataan yang dipaksakan secara sepihak oleh pihak perusahaan. Isi surat pernyataan yang diedarkan tersebut sebenarnya standar tapi ada beberapa point yang menurut pihak karyawan mengandung unsur jebakan seperti ada klaususl 'pencurian moril dan materiil'.
Keengganan pihak karyawan PT. Davomas Abadi Tbk untuk tanda tangan juga karena dilatarbelakangi oleh informasi yang menyebutkan apabila karyawan menandatangani surat pernyataan maka pihak perusahaan akan merubah status hubungan kerja karyawan dari karyawan tetap menjadi karyawan kontrak dengan tidak diberikan pesangon oleh perusahaan. Disamping itu juga karyawan khawatir 'diakalin' oleh perusahaan mengingat pihak perusahaan selama ini telah menggunakan cara-cara atau proses hukum untuk menghindar dari kewajibannya memenuhi hak-hak normatif karyawan seperti karyawan yang meninggal dunia pesangonnya ditawar hingga 30% dari ketentuan yang seharusnya, begitu juga terhadap karyawan yang di PHK karena memasuki usia pensiun.
Bahkan untuk karyawan yang di PHK karena pensiun (yaitu N. Priyatna, Aja Sonjaya, Sod'i dan Surito) sampai saat ini hak-haknya belum dibayarkan oleh pihak perusahaan, padahal sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memenangkan ke-4 karyawan tersebut melalui PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG RI NO. :: 153 K/PDT.SUS/2008.
Sehingga catatan sejarah buruk tersebut menjadi dasar kekhawatiran bagi karyawan untuk lebih hati-hati, apalagi ketika karyawan mempertanyakan surat pernyataan yang dibuat secara sepihak oleh pihak PT. Davomas Abadi, TBk, pihak perusahaan tidak pernah mau menjelaskannya secara jujur dan transparan.
Ironis memang, sebuah perusahaan yang sudah terbuka dan sahamnya sudah diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tapi bisa bertindak seperti itu. Adakah aturan yang memberikan toleransi bagi perusahaan yang sahamnya sudah listing di BUrsa Efek Indonesia untuk menindas karyawan dan mengingkari kewajibannya untuk memenuhi hak-hak normatif karyawan?

Kita tunggu perkembangan berikutnya.